Nasehat Berharga Tuk Saudara-Saudaraku Fillah

Couple holding hands in green meadow.

 

Oleh Abu Ridhwan Fakhri Hadi, Takhasus

 

Akhi fillah, sebenarnya saya sendiri malu menorehkan nasihat yang ini. Namun, karena kalian semua adalah saudaraku seiman, yang aku tidaklah menginginkan bagi kalian melainkan kebaikan, maka saya ingin berbagi dengan kalian beberapa hal:

 

Bagi yang Sedang Berlomba-Lomba dalam Kebaikan…

Tidaklah kita menampakkan amalan-amalan saleh dan sunnah-sunnah yang kian asing, dengan tujuan agar kita terkenal dan unggul di hadapan orang lain. Melainkan agar perbuatan kita menjadi teladan, sehingga berbuah pahala bagi kita.

 

Bagi Para Penuntut Ilmu…

Jika kita benar-benar haus akan ilmu syar’i, niscaya kita tidak akan merasa bosan, benci, atau merasa tidak cocok dengan ustaz siapapun yang menyampaikan ilmu. Siapa pun ustaznya kita pasti akan terus belajar. Karena, yang kita butuhkan adalah ilmunya, bukan kesempurnaan fisik, penampilan, dan kepribadiannya, inilah adab dan akhlak penuntut ilmu sejati.

 

Bagi yang Sedang Tertimpa Musibah…

Ada pelajaran berharga di balik itu semua. Karena biasanya, ketika kita sakit parah (misalnya), kita baru merasakan, betapa tersiksanya jika kita masuk Neraka.

Maka sebaliknya, seharusnya ketika kita sembuh dan badan kembali pulih, hendaknya kita lebih mengingat surga. Karena, surga itu tidaklah tercapai kecuali dengan keinginan.

 

Bagi yang Berlebihan dalam Bergaul…

Sesungguhnya membuat seorang tertawa bukanlah puncak dari segala kegembiraan. Akan tetapi, banyak merenunglah dan berpikir bagaimana agar bisa bahagia di dunia maupun di akhirat.

 

Bagi yang Memiliki Rasa Malu dan Ingin Berwibawa…

Budak dunia saja harus menutupi celah kekurangan yang ada pada mereka. Tapi mengapa kita para pemburu surga justru menjual agama dengan materi dunia, bukannya introspeksi diri dan membenahinya!! Sungguh memalukan dan tidak pantas.

 

Duhai yang Masih Lalai…

Janganlah salah seorang dari kita menunda-nunda taubat, karena beralasan menunggu dunia ini terasa pahit. Bukankah seorang cukup dikatakan telah merasakan pahitnya dunia dan penyesalan yang tak berujung ketika ia melewatkan masa mudanya dengan sia-sia?!

 

Bagi yang Masih Belum Berpendirian…

Mengapa kita di dunia ini bergantung kepada teman, jika ia melakukan salah kita juga ikut melakukannya, tidak menegurnya. Padahal, pertemanan yang dulunya kawan akan menjadi lawan ketika hari kiamat nanti kecuali orang yang bertakwa. Dan kita tidak bisa lagi bergantung padanya.

 

Duhai Kawan..

Jadikan setiap amalan yang kita lakukan sebagai bentuk syukur kita kepada Allah. Dan latihlah dirimu untuk menghadapi berbagai ujian dunia yang akan datang silih berganti. Karena yang demikian akan memperkuat mental serta membuahkan pahala.

 

Wahai Pemburu Surga…

Bertekadlah untuk meninggalkan maksiat secara bertahap sampai berhasil. Bukan berarti maksudnya bertahap adalah tidak ada tekad padanya. Jika demikian maka ini hanyalah alasan untuk membenarkan maslahatnya.

Kemudian terus berusahalah hingga Allah memposisikan kita pada derajat yang tinggi. Jangan melanjutkan ambisi dunia dan maksiat kita, agar kita tak berposisi pada derajat yang rendah. Sungguh, betapa banyak yang telah Allah lalaikan dengan dunia. Tetapi optimislah jangan pesimis.

Semoga bermanfaat.

Mungkin Anda juga menyukai

3 Respon

  1. Mevi berkata:

    Barokallohufiik…

  2. Opie berkata:

    Nasehat yg bagus ??????

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.