Renungan Tuk Menjadi Insan Pemaaf

Menjadi Pemaaf

 

Oleh Umar Abdul Aziz Ponorogo, Takhasus

 

Islam adalah agama nan penuh kasih sayang serta rahmat. Agama yang mengajarkan kepada pemeluknya akhlak-akhlak mulia lagi terpuji, di antaranya adalah sikap memaafkan. Islam mendidik pemeluknya untuk menjadi insan pemaaf.

Memaafkan kesalahan orang lain adalah sifat mulia. Ia akan membuat penyandangnya menjadi berwibawa, juga dicintai oleh kebanyakan manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وما زَاد الله عبدًا بعفوٍ إلا عزًا

“Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba karena adanya sikap pemaaf pada dirinya melainkan kewibawaan.’’ (HR. Muslim 2588) 

 

Tak ada yang Sempurna

Akhifillah…

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa sebagai sosok manusia, tentu tak ada yang luput dari kata salah serta keliru, tak lepas pula dari lupa dan alpa, serta terus menerus terjatuh pada lubang dosa. Namun sadarlah, sebaik-baik manusia bukanlah yang tak pernah berbuat salah, justru sebaik-baik mereka adalah yang segera bertobat kepada Allah dan mau memperbaiki diri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ بَنِي آدَم خَطَّاء وخَيرُ الخَطَّائين التوابُون

‘’Setiap bani Adam pasti selalu berbuat salah, tetapi sebaik-baik mereka adalah yang selalu bertobat kepada Allah.” (HR. at-Tirmidzi 2499)

 

Memahami Orang Lain

Akhifillah…

Memahami orang lain memang tidak mudah kenyataannya. Seringnya kita yang menuntutnya untuk bisa memahami keadaan kita. Sementara terhadap orang lain, kita justru mengedepankan buruk sangka dan sikap terburu-buru dalam memvonisnya saat dia berbuat keliru.

Semestinya dibalik. Bagaimana caranya kita bisa memahami orang lain dengan memberikan kemungkinan dan alasan terbaik seta membuang jauh-jauh sikap suuzan kepadanya.

Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu pernah menyatakan,

لَا تَظُنَّ كَلِمَةً خَرَجَتْ مِنْ أَخِيكَ شَرًّا وَأَنْتَ تَجِدَ لَهَا فِي الْخَيْرِ مَحْمَلًا

Janganlah berburuk sangka pada suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu, sementara engkau mendapatkan ada kemungkinan baik padanya.” (Al-Adab as-Syar’iyyah karya Ibnu Muflih No. 133)

 

Memaafkan, Pilihan Bijaksana

Akhifillah…

Ketahuilah lapang dada adalah akhlak mulia, memaafkan adalah pilihan bijaksana. Sudahlah lupakan saja! Semoga Allah mengampuninya. Semoga Dia menjadikannya sebagai pahala bagi kita. Memaafkan akan membuahkan kedamaian yang sejahtera. Dengannya seseorang akan meraih kelapangan hidup, tiada kesempitan yang melilit tubuhnya.

Imam Ahmad rahimahullah pernah menasehati,

الْعَافِيَةُ عَشَرَةُ أَجْزَاءٍ تِسْعَةٌ مِنْهَا فِي التَّغَافُلِ

Kesejahteraan ada 10  bagian, sembilan bagian darinya terletak pada sikap at-taghaful.” (Al-Adab as-Syar’iyyah karya Ibnu Muflih No. 155)

At-taghaful maknanya, “Mengabaikan kesalahan orang. Yaitu ia sangat mudah memaafkan.” Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Muflih rahimahullah.


Baca Juga: Karakter Muslim Sejati, Suka Memaafkan


Memaafkan, Perintah dari Allah

Ingatlah wahai saudaraku, memaafkan adalah perintah Allah Taala,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.(QS. al-A’raf: 199)

 

Akhifillah…

Di mana pun dan kapan pun kita berada, pasti membutuhkan bantuan serta uluran tangan orang lain. Setiap problem hidup yang kita hadapi, pasti di sana kita butuh seorang kawan dan teman dalam menghadapinya. Karena itulah Allah berkata,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (QS. al-Maidah: 2)

Allah berfirman,

وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ

Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?.” (QS. al-Furqan: 20)

Ayat di atas sebagai bahan introspeksi buat kita, sudahkan saat ini kita bersabar atas setiap kekurangan yang ada pada saudara kita. Sudahkan kita mensyukuri kenikmatan yang Allah karuniakan kepada kita, dan sudahkah kita menjadi orang yang bisa memaafkan kesalahan saudaranya tanpa rasa dendam.

 

Selesaikan Perselisihan

Akhifillah…

Marilah kita mendidik jiwa ini menjadi pemaaf. Setiap permasalahan yang ada hendaknya segera kita selesaikan dengan hikmah serta di atas ilmu, dan jangan sekali-kali ada pada diri kita jiwa pendendam. Bukankah Allah berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.’’ (QS. al-Hujurat: 10)

 

Jangan Mencari Kesalahan

Akhifillah…

Apa yang telah berlalu biarlah berlalu, jikalau itu adalah kejelekan maka di saat inilah kita memperbaikinya. Namun jika itu adalah kebaikan, maka harus kita jaga dan pertahankan.

Tak sepantasnya bagi kita untuk mencari kesalahan serta aib orang lain, apalagi yang telah berlalu dan ia telah bertobat darinya. Bukankah kita adalah saudara seiman, seakidah dan semanhaj. Yang seharusnya saling menguatkan bukan malah melemahkan, memuliakan bukan menjatuhkan, mencintai tidak membenci.

Bukankah Islam mengibaratkan ukhuwah Islamiah dengan bangunan yang kokoh. Tiap bagian saling menopang mendukung dan menguatkan. Satu sama lain tidak mungkin berdiri sendiri. Sekecil apa pun fungsi dari sebuah bangunan, ia tetap berada dalam sebuah kesatuan dan himpunan.

Petuah Seorang Ulama

Akhifillah…

Akhir kata, ini saatnya kita merealisasikan nasehat ulama terkemuka di zaman ini, beliau asy-Syaikh Muhamad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menasihatkan,

Setiap orang tentu akan berinteraksi dengan orang lain. Dari sana, ia pasti akan mendapati kejelekan pada saudaranya. Maka sikap yang benar dalam menghadapi kekeliruan tersebut adalah dengan memaafkan. Hendaknya seorang meyakini, bahwa dengan memaafkan serta membalas perlakuan saudaranya dengan kebaikan, hal itu suatu saat nanti dapat mengubah permusuhan yang terjadi antara dia dengan saudaranya menjadi kecintaan yang tulus.” (Kitabul Ilmi 276)

 

Akhifillah…

Jikalau saudaramu sudah bertobat dari kesalahan dan telah meminta maaf, apakah kita masih mencelanya, memboikotnya bahkan sampai memvonisnya dengan tuduhan yang tidak benar?

Ingat! Jadilah orang yang mudah memaafkan. Bukankah Allah memberikan ganjaran pahala bagi siapa yang memaafkan kesalahan saudaranya.

فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

“Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya merupakan tanggungan Allah.”(asy-Syura: 40)

Semoga bermanfaat.


Artikel Kami: Berpacu Menjadi Seorang Penderma, Pemaaf, dan Tawadhu


 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.