Sepucuk Surat dariku, “Menembus Derasnya Rindu”
Oleh Ahmad Muhandis Aceh Takmili
Sebuah kehidupan tidaklah selalu berjalan seperti apa yang kita inginkan, tetapi yakinlah mungkin itu yang terbaik bagi kita. Allah Ta’ala berfirman,
عَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Delapan Perkara yang Harus Dilalui
Apa yang kita lalui dari kehidupan, baik berupa kesenangan maupun kesedihan, semuanya sudah menjadi ketetapan dari Allah yang pasti kita lalui. Seorang penyair berkata,
ثَمَانِيَةٌ لا بُدَّ مِنهَا عَلَيهِ الفَتَى…وَلا بُدَّ أَنْ تَجْرِي عَلَيهِ ثَمَانِيَة
سُرُورٌ وهَمٌ اجْتِمَاعٌ وفُرْقَةٌ…يُسْرٌ وعُسْرٌ سَقَمٌ ثُمَّ عَافِيَة
Delapan hal yang pasti akan menimpa seorang pemuda
Pasti delapan hal tersebut akan berlalu
Kesenangan dan kesedihan, perkumpulan dan perpisahan
Kemudahan dan kesulitan, sakit kemudian kesehatan
Warna-Warni Saat Thalabul Ilmi
Dalam perjalananku menuntut ilmu, banyak hal yang ku rasakan. Senang, sedih, suka dan duka. Tak terasa, sudah lima tahun aku berada di ma’had ini, Ma’had Minhajul Atsar Jember. Ini tahun kedua aku tidak pulang, dan tahun kelima aku tidak berhari raya di rumah. Ketika bulan Ramadan tiba, aku berharap hari raya kali ini aku dapat merayakannya di rumah. Terlebih sudah 4 tahun aku tidak Idul Fitri di kampung halaman.
Ternyata yang terjadi tidaklah seperti yang aku inginkan, takdir telah berkata lain. Pada suatu Jum’at di bulan Ramadan, aku menelepon kedua orang tuaku. Setelah menyapa dan menanyakan kabar keduanya, begitu pula mereka balik bertanya tentang keadaanku, akhirnya aku bertanya tentang kepulangan di hari libur nanti, serta mengutarakan bahwa aku ingin berhari raya di rumah.
Jawaban abiku, beliau mengembalikan tentang libur ini kepada keputusan ma’had dan memberikan pilihan kepadaku untuk pulang maupun tidak. Adapun umiku, beliau lebih memilih untuk aku di ma’had saja.
“Kalau umi sebenarnya rindu sama kalian dan umi pingin kalian pulang. Senang pula melihat kalian bisa berkumpul semua. Tapi di masa-masa seperti ini, sebaiknya kamu jangan pulang dulu, di ma’had saja!” Begitulah kurang lebih beliau berkata kepadaku
Tak lupa beliau berpesan, “Kamu juga gak perlu jalan-jalan ke mana-mana, di luar berbahaya. Dan jangan lupa terapkan terus protokol kesehatan.”
Demi hal ini, aku pun tak ingin mengecewakannya. Aku hanya mengatakan, “Ya, aku sih kalo gak pulang gak papa, insya Allah aku di sini baik-baik saja.” Walaupun dengan berat hati kukatakan hal tersebut.
“Sekali-kali cobalah aku seperti para ulama yang tidak pulang bertahun-tahun hanya dalam rangka menuntut ilmu.” Gumamku dalam hati.
Hari Raya di Ma’had Minhajul Atsar Jember
Hari raya pun tiba, dan ku jalani sebagaimana hari raya di tahun-tahun lalu. Hanya saja rasa rinduku terus saja bergejolak, tetapi ku coba menenangkannya dengan hal-hal yang dapat menghiburku. Bagiku liburan hari raya Idul Fitri di ma’had bukanlah hal baru, tapi kali ini liburan di ma’had di masa pandemi Covid-19 terasa sangatlah berbeda.
Pasalnya banyak dari santri yang memilih pulang ke kampung halaman dan menikmati liburan di sana, mungkin saja karena mereka telah lama tak berjumpa keluarga dan sanak famili, terlebih mungkin karena tak pernah Idul Fitri bersama mereka.
Tak sedikit pula teman-temanku yang memilih pulang, hampir saja ku tak kuasa menahan rindu ketika melihat teman-temanku menghilang dari pandangan mata satu persatu, pergi meninggalkan ma’had menuju kampung halaman. Terlebih ketika aku ditanyai oleh sebagian orang yang ku jumpai, “Antum gak pulang? Teman-teman antum udah banyak yang pulang kan? Terlebih yang dari Aceh.”
Alhamdulillah, Allah masih memberikan kekuatan untuk bertahan di sini. Aku hanya menjawab singkat, “Ana masih betah di sini, ngapain pulang.”
Pikir-pikir bila aku pulang, sudah pasti banyak dana yang harus ku keluarkan. Mulai dari swab, tiket travel, tiket pesawat, belum lagi uang pegangan selama di perjalanan. Hal itu belum termasuk uang untuk aku kembali ke ma’had. Hitung-hitung menghemat uang orang tua, akhirnya ku tetapkan untuk aku di ma’had saja.
Harapanku terkait apa yang aku usahakan untuk tetap bersabar dalam menuntut ilmu, semoga ini termasuk bagian dari sabda baginda kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, niscaya akan Allah mudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Ahmad)
Liburan di Pondok Bersama Panitia Sariyah
Kalaupun pulang, bisa saja suasananya tak seleluasa di ma’had. Mengingat pandemi yang sedang menimpa dan melanda berbagai belahan bumi ini, terkhusus negeri kita tercinta, Indonesia. Pemerintah pun sudah menghimbau untuk hari raya kali ini tidak melakukan mudik, berkenaan dengan terus meningkatnya kasus terjangkit Covid-19.
Sementara itu, jika aku di ma’had aku masih lebih bisa leluasa melakukan kegiatan-kegiatan, baik yang bersifat pribadi maupun umum. Ma’had juga membentuk rangkaian kegiatan-kegiatan yang dikelola oleh panitia sariyah “Syawal Meriah”. Di antara kegiatannyanya; pertandingan sepak bola antar kelas, outbond, kejuaraan bulu tangkis, dan seabrek rangkaian lomba lainnya.
Setiap kelas mewakilkan satu kelompok yang diberi nama seperti nama divisi-divisi yang ada di ma’had. Ada tim luqathah, tim keamanan, tim kantin, dan nama-nama divisi lainnya. Adapun kelasku mendapatkan nama kelompok sebagai “tim RO”.
Alhamdulillah pada perlombaan acara sariyah ini, kelompokku menduduki posisi poin terbanyak dengan urutan ketiga di pihak senior. Tetapi hal tesebut tidak membuatku berbangga diri karena mendapatkan peringkat tiga dan tidak pula membuatku sedih karena masih belum bisa menduduki peringkat satu.
Yang terpenting bagiku adalah bukan menang maupun kalah. Melainkan tujuan dari diadakannya program ini, yaitu untuk menghibur para santri yang tidak pulang, dan upaya untuk membangkitkan semangat mereka yang tak boleh luntur terkalahkan oleh futur.
Memang liburan di ma’had terkadang jauh lebih menyenangkan daripada liburan di rumah yang terkadang hanya berdiam di kamar, menghabiskan banyak waktu dan bermalas-malasan.
Lebih Baik Libur di Ma’had
Ya… begitulah kurang lebihnya keadaan kita saat menikmati masa libur di rumah. Awal sebelum pulang banyak agenda yang dijadwalkan untuk di rumah. Setiba di rumah, agenda tersebut buyar berantakan, yang ada hanya ingin menikmati tidur sepanjang hari hingga azan Zuhur berkumandang.
Aku punya banyak kisah tentang teman-temanku di masa-masa liburan ini. Ada dari mereka yang enggan pulang, tapi orang tua memaksa dengan alasan rindu berat. Yang lain berat meninggalkan ma’had, tapi di satu sisi harus pulang sebagai mahram bagi saudarinya yang mendapat jatah libur bergiliran. Adalagi yang berusaha merayu dan membujuk orang tuanya untuk ia bisa pulang, tapi malah mendapat jawaban yang membuatnya tak bisa berkata-kata lagi.
Kisah Kawan di Masa Liburan
Pagi itu cukup cerah, cuaca sangat bersahabat, ku ambil beberapa genggam jagung. Aku melaju ke kandang merpatiku. Selesai dari pekerjaanku memberi makan merpati, terlihat ada seorang yang sedang duduk termenung di pinggir tembok pagar kandang. Ia melayangkan pandangannya ke gerombolan burung yang sedang asyik mematuk beberapa buliran jagung, dan sebagiannya mengguyurkan badannya di genangan air. Ternyata ia temanku yang berasal dari pulau seberang, segera ku hampiri dan ku berikan sapaan hangat padanya, “Ngapain akh?”
“Gak ada, cuma liat-liat burung merpati.”
Tiba-tiba ia menimpali, “Akh kayaknya ana bakal pulang.”
“Lho kenapa? Katanya ente gak pulang.”
“Iya pinginnya gitu tapi… Ana harus jadi mahram bagi saudari ana yang ada di TN, abi ana gak bisa jemput.”
“Terus antum pulang kapan?” Tanyaku.
“Insya Allah malam ini.”
Setelah itu aku kaget dan terkejut, “Dadakan sekali?”
“Ya begitulah, ana juga baru dikasih tahu tadi.” Jawabnya memelas.
Di akhir perbincanganku dengannya, ia dengan penuh harap mengatakan, “Bisa gak ya… ana di rumah maunya sebentar aja, terus langsung balik lagi ke ma’had?”
Aku hanya menyetujui pendapatnya itu dan berkata, “Insya Allah bisa!”
Mungkin percakapan singkat itu menunjukkan bahwa baginya liburan di ma’had jauh lebih seru dan asyik.
Ustadzku pernah berkata di akhir-akhir sebelum ia menutup pelajaran, “Kalian itu harus semangat! Jangan pernah berlarut-larut dalam future. Kalian harus merubah keadaan, bukan kedaan yang merubah kalian. Bukan berarti mereka yang pulang itu bahagia, sementara kalian yang tetap di ma’had sengsara.” Begitulah seingatku ustadzku berucap. Kata-kata itu terus terngiang di pikiranku dan ku simpan baik-baik.
Semangat Baru Setelah Liburan
Benar, kitalah yang harus merubah keadaan bukan keadaan yang merubah kita. Tepat setelah jam menunjukkan pukul 00:00 dan mulai memasuki hari esok, tak terasa hari-hari libur telah berlalu dan besok KBM akan mulai kembali seperti sedia kala.
Batinku berkata, “Aku belum siap, aku masih pingin libur ini lebih lama.” Lagi-lagi ia hanya bisikan kosong. Apa yang bisa kita lakukan? Bangkit, mantapkan diri kita untuk menyambutnya.
Demam futur itu hanya dapat disembuhkan dengan melawannya. Ingat! Kaedah ini mungkin dapat membantumu untuk melangkah, ‘bukankah sesuatu yang besar hanya akan didapat dengan pengorbanan yang besar pula?’ Seorang penyair melantunkan,
اِصْنَعِ الخَيْرَ مَا اسْتَطَعْتَ…وَإِن كُنْتَ لَا تُحِيْطُ بِكُلِّه
فَمَتَى تَصْنَعِ الخَيْرَ إِن…أَنْتَ تَارِكًا لِأَقَلِّه
Lakukanlah kebaikan semampumu
Walaupun engkau tak bisa mendapatkan semuanya
Kapan lagi engkau akan mengerjakan kebaikan
Apabila yang sedikit saja engkau tinggalkan
Juga, yakinlah bahwa engkau tak sedang sendirian. Allah senantiasa besamamu dan senantiasa mendengar doa hamba-Nya yang mau bermunajat kepada-Nya.
Pesan Seorang Guru
Saat itu, aku sedang asyik duduk-duduk bersama seorang musyrif yang juga menjadi ustadz bagiku. Di tengah-tengah perbincangan kami, beliau menyergah sembari mengingatkanku tentang dua hal. Beliau menuturkan, “Kita dalam thalabul ilmi ini tak lepas dari dua hal. Pertama: keinginan, kedua: kesempatan.
Betapa banyak orang yang memiliki keinginan tapi ia tak memiliki kesempatan, dan sebaliknya betapa banyak orang yang memiliki kesempatan tapi ia tak memiliki keinginan.” Jadi ia hanya menghabiskan banyak biaya dan waktu untuk suatu hal yang baginya adalah sampingan, ‘Yang penting aku mondok dan orang tua senang, blas! Tanpa ada usaha dan upaya?!
Seorang penyair berkata,
لَوْ كَانَ العِلْمُ يُدْرَكُ بِالمُنَى…مَا كَانَ يَبْقَى فِي البَرِيَّةِ جَاهِل
اِجْهَدْ وَلَا تَكْسَلْ وَلَا تَكُنْ غَافِلاً…فَنَدَامَةُ العُقْبَى لِمَنْ يَتَكَاسَل
Andai ilmu dapat diraih hanya dengan angan-angan
Niscaya tidak akan tersisa orang bodoh di dunia ini
Bersungguh-sungguhlah dan jangan bermalas-malasan, jangan pula engkau menjadi orang yang lalai
Karena sungguh penyesalan hanya akan dirasakan oleh siapa yang bermalas-malasan
Tidakkah engkau menyimak sabda Rasul-Nya,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, Allah pahamkan ia terhadap agama ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jangan Berkecil Hati Walau Sedikit
Kita sedikit, sedikit di antara orang-orang yang sedikit itu. Betapa banyak umat Islam ini, tapi hanya sedikit dari mereka yang lurus akidahnya. Dari mereka yang lurus akidahnya, hanya sedikit dari mereka yang menaruh perhatiannya pada ilmu. Benar kita sedikit, kita kecil, tapi bukan untuk berkecil hati. Hanya perlu menatanya dan bergegas bangkit melanjutkan perjalanan panjang nan suci ini!
Di sini aku dan delapan temanku lainnya yang tersisa dari rentetan ‘rindu rumah’ yang memakan banyak korban, sedang berusaha menata ‘strategi’. Bertahan dari terpaan derasnya rindu yang bertubi-tubi, dan dahsyatnya futur yang bisa tiba kapan saja. Sebagian dari kami, mereka yang rumahnya bersebelahan dengan ma’had dan yang lain sepulau denganku.
Akhir Kata dan Nasihat
Ku pernah membaca sebuah buku, di dalamnya terdapat kisah perjalanan seorang temanku dalam permulaannya mengarungi samudra ilmu. Mungkin sedikit ku petik dan ku sampaikan di sini nasihatnya,
“Kepada dia yang rela menukar ilmu agama yang sangat berharga dengan sepeser dari dunia yang hina, (entah dengan dasar futur, jenuh atau lainnya)… Kau relakan sebuah kenikmatan abadi yang berujung surga dengan dunia yang fana?”
“Ketahuilah, pelampiasan terhadap syahwat adalah kenikmatan sesaat, yang harus kau tebus dengan kesengsaraan dan penyesalan yang berlipat-lipat.”
“Kepada dia yang dulu pernah mengenakan pakaian takwa dan kini ia telah meninggalkannya, atas dasar apa kau merasa tidak membutuhkan perlindungan dari api neraka?”
“Kepada dia yang pernah semangat dan kini merasa sudah terlambat… Bagimu tidak ada kata terlambat, tetaplah semangat!”
“Cita-cita yang dulu kau gantungkan jauh di tsurayya, kapan kau akan mengejarnya? Apakah menunggu umur kala senja nanti?!”
“Jangan kawan kau berangan! Cepatlah beranjak sebelum wajahmu lebih tesentak saat penyesalan datang, sedang dirimu tak bisa lagi mengelak…”
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (QS. Al-Hadid: 16)
Mungkin kisah dan nasihat yang sedikit ini dapat bermanfaat, terutama untuk diriku dan para pembaca sekalian. Berharap banyak pelajaran, motivasi, dan faedah yang bisa diambil dari kisah ini. Amiin.
Selesai penulisan pada 31 Mei 2021. Di tengah-tengah kesibukanku, di tengah badai rindu yang terus mengguyur tubuhku, ku hadiahkan tulisan ini untuk teman-teman seperjuangan yang kini sedang tak berada di sini.