Sibuk Dengan Aib Diri Sendiri, Jangan Mencari-carinya dari Saudara
Oleh Abdurrahman al-Afif Lampung
Manusia dengan “kelebihan” yang ia miliki tetaplah ia tak lebih dari sekedar sosok penuh kelemahan yang memijak bumi. Ketinggian derajat yang ia punya, kehormatan yang ia sandang, kebaikan yang dia miliki, sederet kelebihan diri yang tersemat, serta kepandaian yang melekat, selamanya tak akan mampu mengangkat dirinya menuju angkasa, layak bersanding dengan malaikat Allah yang tiada pernah berbuat dosa lagi tercela, bersih dari segala rupa kesalahan, tak pernah pula ada kata keliru dalam kamus perjalanan hidupnya.
Namun sayang beribu sayang, acap kali hati ini enggan dalam menerima setiap kekurangan. Jiwa yang bersemayam dalam raga lebih suka pujian daripada kritikan. Hati ini lebih condong memandang kagum kelebihan yang dimilikinya dibandingkan mengamati kesalahan diri. Mencari-cari kesalahan orang layaknya melihat seekor gajah di pelupuk mata, sementara menengok kekurangan diri tak ubahnya mencari jarum di tengah tumpukan jerami.
Bahkan tak jarang saat tak ada lagi celah untuk membantah, selaksa bukti telah terpampang di hadapan diri. Menunjuk tanpa ragu bahwa kita keliru. Dengan kepala tertunduk kita menyerah dalam wujud pengakuan yang tampak. Namun, kenyataannya si kebajikan qalbu tiada berhenti terus memberontak. Berupaya menolak untuk merasa salah dan disalahkan.
Ada saatnya pula mana kala amal kebajikan berhasil kita dedikasikan. Kenangan akan sesuatau itu selalu membayang syahdu. Gemar mengingat-ngingatnya. Memori yang tersimpan seolah membuat kita merasa bahwa diri ini akan selalu baik-baik saja. Merasa apa yang telah dihaturkan meski hanya sekali laksana sinar mentari yang rutin mengawali sekaligus mengakhiri sebuah hari. Hingga akhirnya, dengan ringan hati beranggapan bahwa amal keburukan yang sedalam samudera lautan itu dapat ditenggelamkan oleh setetes kebaikan yang telah usang.
Ada kalanya Allah menyebut manusia sebagai mahkluk yang zhalim, bersifat aniyaya, menjerumuskan dirinya sendiri padahal yang justru kelak nanti akan merugikannya. Allah subhanahu wa ta’ala berkata:
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ (34)
“Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan sangat ingkar terhadap nikmat Rabbnya.” [QS. Ibrahim: 34]
Berat rasanya jari-jemari ini saat menuliskan ini semua. Malu yang tiada terkira membuncah dalam dada. Bagaimana tidak? Saat segala keburukan yang ada terungkap di depan mata, masih saja Allah subhanahu wa ta’ala mencurahkan kasih sayang-Nya kepada kita. Kawan, mari sibukkan dengan aib diri kita, tak usahlah mencari-cari kekurangan saudaranya. Manusia tidak sempurna, saya, Anda dan kita semua.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
والحقيقة أن الإنسان الذي يشتغل بعيوب الناس سوف يتعب لكن اشتغل أنت بعيوبك و طهر نفسك منها بقدر المستطاع و عليك بخاصة نفسك.
“Pada hakikatnya seseorang yang menyibukkan dirinya dengan aib-aib orang lain maka akan merasakan kelelahan sendiri. Sibukkan dirimu dengan mengurusi aib-aibmu sendiri dan bersihkan dirimu dari aib-aib tersebut semaksimal kemampuanmu! Perhatikan dan uruslah baik-baik dirimu sendiri! [Syarah Iqtidha ash Shirath al Mustaqim hlm. 92]
————————————-
barakallohu fiiikkk
wa fikum barakallah
wallahul muwaffiq
amiin