Susah Bangun untuk Salat, Begini Solusi dan Hukumnya

 

Terjemah Fatwa oleh Fakhri Hadi

 

Susah Bangun untuk Salat, Begini Solusi dan Hukumnya

Para pembaca sekalian yang semoga Allah rahmati. Di dalam syariat Islam salat memiliki kedudukan yang sangat agung, karenanya wajib bagi setiap muslim untuk memuliakannya. Di antara bentuk pemuliaan tersebut adalah menjaga pelaksanaan salat tepat pada waktunya.

Namun sayangnya, banyak dari kaum muslimin yang masih lalai dari amalan mulia ini. Di antara mereka ada yang tidak melaksanakan salat kecuali di luar waktunya disebabkan berbagai macam faktor dan alasan, seperti kelelahan, ketiduran, dan lain sebagainya. Tentu ini merupakan suatu problem yang harus kita cari solusinya.

Lalu bagaimana sebenarnya hukum seorang yang keadaannya demikian, dan apa solusi dari problem tersebut? Mari kita simak solusinya dari fatwa salah seorang ulama berikut ini.

 

Pertanyaan

Saya memiliki kakak yang selalu menjaga salat berjamaah kecuali salat asar. Dia bermalas-malasan mengerjakannya dan tidak melaksanakannya kecuali satu jam setelah lewat waktunya. Sementara saya telah menasihatinya, akan tetapi dia justru beralasan bahwa dirinya lelah dan ingin tidur. Apa yang harus saya lakukan?

Ada lagi saudara saya lainnya yang juga menjaga salat berjamaah kecuali waktu subuh, karena tidurnya sangat lelap. Tetapi ketika saya pulang dari salat dan membangunkannya dengan berbagai cara, ia pun salat, alhamdulillah. Lalu apakah ia berdosa?

Apa pula hukumnya orang yang tidur dan meninggalkan salat subuh sampai matahari terbit dan ini menjadi kebiasaannya sehari-hari?

 

Jawaban

Salat berjamaah adalah wajib di masjid. Tidak pantas seorang muslim tersibukkan dari salat. Justru hendaknya ia menjadikan salat sebagai kesibukan yang terpenting. Ketika dia memberikan hak dirinya kemudian mengantuk setelah dia bekerja atau setelah makan sehingga terkalahkan oleh rasa kantuk dan akhirnya tertidur maka yang demikian termasuk keteledoran.

Sebaiknya ia tetap terjaga dan berhati-hati dari bisikan setan yang menjadikan ketaatan terasa berat dan sulit baginya, memberikan angan-angan serta membuatnya malas dan lesu hingga akhirnya luput dari ketaatan tersebut. Ini termasuk penghalang (dari kebaikan), kami memohon keselamatan kepada Allah.

“Jadi saudaraku, Anda harus menjaga salat asar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَلَّى البَرْدَيْنِ دَخَلَ الجَنَّةَ

‘Siapa yang salat ­al-bardain maka ia akan masuk surga.’ (Muttafaqun Alaihi) Al-Bardain adalah waktu fajar dan asar.


Baca Juga: Hukum Salatnya Orang yang Sakit Parah


Ada pun saudaramu yang kedua, dia tidur dan melewatkan salat subuh sampai matahari terbit, dia telah melakukan kesalahan besar. Karena menunda salat melewati waktunya tanpa alasan yang sah, sebagian ulama memandang bahwa ia tidak bisa meng-qadha’nya (menggantinya di luar waktu) dan telah terjatuh dalam kesesatan yang nyata. Yang demikian karena para ulama memandang bahwa dia telah kufur dengannya, wal‘iyadzubillah..

Tidur bukanlah alasan untuk selalu meninggalkan salat. Seperti orang yang menjadikan tidur sebagai kebiasaan lalu dia meninggalkan dan menelantarkan salat beralasan dengannya, ini merupakan kesalahan. Barang siapa yang selalu tidur serta meninggalkan salat berjamaah padahal mampu bangun namun tidak bangun, maka dia berdosa dan bersalah tanpa diragukan.

Adapun saudaramu yang sangat lelap tidurnya saat kamu membangunkannya, dia tidak bisa bangun karena saking lelapnya -dan Allah yang Maha Mengetahui-, dia juga butuh waktu tidur yang lama, alarm pun tidak berpengaruh baginya, maka saya berharap semoga Allah memberinya uzur atas kekurangannya. Tetapi tetap dia harus berusaha dan mencurahkan upayanya, semoga dengan itu Allah membantunya.

Para ulama menyebutkan bahwa sahabat Shafwan bin Mu’athal adalah seorang yang lelap tidurnya. Sampai-sampai ketika Nabi shalallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu anhum berpindah dari tempat mereka semula lalu jalan, sahabat Shafwan tak menyadari hal itu dan tidak bangun kecuali dengan panasnya matahari. Hal ini menunjukkan lelapnya tidur yang menjadi karakter yang melekat padanya.

Dan apa-apa yang di luar kemampuan manusia maka itu dimaafkan. Karena Allah Taala berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

“Tidaklah Allah membebani jiwa kecuali sesuai batas kemampuannya.” (QS. al-Baqarah: 286)

 

Penutup

Setelah kita mengetahui hakikat permasalahan di atas beserta hukumnya, mari kita bersemangat dan menjadi yang terdepan dalam merealisasikannya. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan kaum muslimin, amin.

Sumber Fatwa: Rasail wa Fatawa Abdul Aziz alu-Syaikh halaman 140.


Sumber Fatwa: Rasail wa Fatawa Abdul Aziz alu Syaikh


 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.