Tawakkal Yang Benar Tidak Cukup Hanya Dengan Berserah Diri Kepada-Nya

Ada pertanyaan diajukan ke Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ (Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa) Kerajaan Arab Saudi

Pertanyaan ke-6 dari fatwa nomor 9580:

Aku mohon penjelasan yang rinci dari hadits ini, agar kami dapat memahaminya dengan benar. Yaitu hadits yang artinya “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian, sebagaimana Allah berikan rezeki kepada seekor burung, pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong, kemudian kembali di waktu petang dalam keadaan perut terisi (kenyang).”

Jawaban:

Hadits yang dimaksud adalah hadits yang diriwayatkan dari Umar radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda,

لو أنكم توكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير تغدو خماصًا وتروح بطانًا

“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian, sebagaimana Allah berikan rezeki kepada seekor burung, pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong, kemudian kembali di waktu petang dalam keadaan perut terisi (kenyang).”

Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al-Hakim. At-Tirmidzi menyatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

(Juz 1; halaman 380)

Hakekat tawakal adalah ketergantungan hati yang benar kepada Allah azza wajalla untuk mendapatkan kemaslahatan dan menghindarkan dari mudharat, baik itu terkait dengan urusan dunia maupun urusan akhirat.

Makna hadits ini adalah bahwa jika manusia benar-benar merealisasikan rasa tawakal kepada Allah dengan hatinya, dan bergantung sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka atau menghindarkan dari sesuatu yang membahayakan mereka, serta diiringi dengan upaya melakukan sebab (usaha) yang bermanfaat, maka sungguh Allah akan menurunkan rezeki kepada mereka walaupun dengan usaha yang sangat kecil.

Sebagaimana Allah menurunkan rezeki kepada burung yang usahanya terhitung kecil, yaitu hanya dengan pergi di pagi hari dan kembali di waktu petang. Ini adalah salah satu cara mencari rezeki, walaupun hanya dengan usaha yang mudah dan ringan.

Mewujudkan tawakkal itu tidak menafikan usaha yang telah ditentukan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Sunnatullah yang berlaku terhadap makhluk-Nya, karena sesungguhnya Allah ta’ala memerintahkan untuk berusaha di samping perintah untuk bertawakkal. Sehingga melakukan usaha dengan anggota badan merupakan bentuk ketaatan, dan bertawakkal kepada Allah di dalam hati adalah bentuk keimanan kepada-Nya.

Allah ta’ala berfirman,

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

“Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal.” (al-Maidah: 11)

Dalam ayat tersebut Allah ta’ala menyebutkan tawakal bersamaan dengan takwa yang (takwa) itu adalah melakukan usaha yang diperintahkan. Bertawakkal saja tanpa melakukan usaha yang diperintahkan adalah sebuah kelemahan dan ketidakmampuan semata walaupun seolah-olah seperti tawakal.

Oleh karena itu, tidak sepantasnya seorang hamba menjadikan tawakkalnya itu sebagai kelemahannya, dan menjadikan kelemahannya itu sebagai bentuk tawakkalnya. Namun hendaknya ia harus menjadikan tawakkalnya itu sebagai bagian dari usaha, yang keinginan dan tujuan dia tidak akan tercapai tanpa melakukan usaha tersebut.

وبالله التوفيق. وصلى الله على نبينا محمد، وآله وصحبه وسلم

Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’

Ketua : asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz

Wakil Ketua : asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi

Anggota : asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan

Sumber http://www.alifta.net/fatawa/fatawaDetails.aspx?View=Page&PageID=198&PageNo=1&BookID=3

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.