Tips Jitu Membangkitkan Jiwa Menulis
Oleh Abu Khalid Surakarta, Takhasus
Jiwa Menulis itu Menyapa Kembali
Menulis itu membutuhkan jiwa. Tak bisa seseorang dipaksa untuk menulis dengan baik ketika dia sedang tak memiliki jiwa untuk menulis. Sementara, jiwa menulis itu dapat menghilang secara tiba-tiba, pun juga bisa muncul dengan spontan. Makanya, di sana ada bebarapa tips jitu untuk membangkitkan kembali jiwa menulis dalam jiwa.
Menulis yang kita maksudkan di sini adalah menulis sesuatu yang bermanfaat lagi penting dan berharga. Baik itu untuk diri kita pribadi atau orang lain.
Jiwa menulis itu dapat kita bujuk dan kita rayu agar ia datang. Yaitu dengan cara membuat hati ini tergerak untuk mengejar ketertinggalan, ketika diri kita telah lama meninggalkan kegiatan tulis-menulis ini. Atau bisa juga dengan cara membuat hati ini membayangkan manfaat dan hasil yang akan kita peroleh dari kegiatan menulis ini. Dan banyak cara-cara lainnya.
Segala puji bagi Allah Taala yang masih memberikan kemudahan bagiku dan teman-teman agar dapat menulis faedah-faedah yang disampaikan oleh asatidzah dan masyaikh, dalam pelajaran atau tausiah mereka.
Membaca Tulisan orang lain, Tips Jitu Membangkitkan Jiwa Menulis
Salah satu cara membuat hati ini semangat untuk mengejar ketertinggalan adalah dengan melihat dan membaca tulisan orang lain. Dengan ini, insyaAllah semangat untuk mengejar ketertinggalan akan tumbuh kembali. Sebagai contoh adalah pengalaman yang kualami sendiri.
Pada suatu malam, aku sedang berjalan dan melihat-lihat keadaan beberapa asrama Takhasus, tepatnya asrama kelas satu Takhasus. Asrama yang mereka huni itu baru tahun ini digunakan sebagai asrama untuk Takhasus. Sebelumnya tempat itu adalah perpustakaan lembaga MTP dan asrama untuk para musyrif.
Baca Juga: Tips Menjaga Hafalan al-Qur’an
Karena rasa ingin tahu yang sangat, aku ingin melihat-lihat asrama tersebut walaupun tempatnya cukup jauh dari asramaku. Sengaja kusempatkan waktu berkunjung yang tepat, yang sekiranya tidak mengganggu mereka.
Setelah puas mengamati asrama per asrama, aku beranjak pergi. Namun secara tidak sengaja, aku melihat mading (majalah dinding) yang tertempel di depan salah satu asrama. Pandanganku terfokus pada beberapa nama penulis yang tercantum di sana. Ternyata, mereka memang mendapat tugas dari ma’had untuk menulis faedah-faedah yang didapat dari taklim umum antara magrib dan Isya. Amanah yang mereka jalankan ini sistemnya bergilir. Kemudian nantinya tulisan mereka akan diserahkan ke tim Tasjilat, guna dirapikan kembali. Untuk berikutnya akan diposting di salah satu media milik ma’had.
Masya Allah, aku takjub dengan mereka. Sejak menginjak kelas satu Takhasus, mereka telah mendapat amanah yang begitu besar dan sangat bermanfaat di kemudian hari, insya Allah. Rasanya, jiwa ini telah tertinggal dari kesempatan yang berharga ini. Aku pun teringat dengan firman Allah Taala:
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.” (QS. al-Baqarah: 148)
Semoga mereka kelak menjadi orang-orang yang bermanfaat bagi umat dan dakwah ini, serta mendapat pahala yang besar di sisi-Nya, amin.
Pengalaman Lain untuk Membangkitkan JiwaMenulis
Salah satu contoh yang aku alami juga adalah ketika melihat sebuah buku karya seorang ustaz di Indonesia yang berjudul ‘Anak Muda dan Salaf’.
Aku mencoba untuk memerhatikan dan meresapi kata demi kata yang ada di dalam buku tersebut. Tertulis di setiap akhir tulisan (bab), tanggal dan tempat di saat penulis hafizahullah menorehkan tulisannya tersebut. Walaupun terlihat sepele, ternyata itu adalah bagian yang begitu penting bagiku untuk membangkitkan jiwa menulis.
Buku itu berisi tulisan-tulisan pendek dan singkat, namun sarat akan manfaat insyaAllah. Tulisan-tulisan yang pada asalnya ditulis di Telegram. Lalu kemudian dicetak menjadi sebuah buku bacaan yang bersifat fisik.
Aku jadi teringat dengan sebuah kajian di salah satu kota Jawa Tengah. Kajian yang membahas tentang tulis-menulis. Dari situ aku mendapat pelajaran bahwa menulis itu mudah, bahkan sangat simpel. Faedah yang paling mudah kuingat dari kajian itu adalah, “Teruslah menulis dan jangan pernah berhenti.” Karena menulis itu tidak mengenal waktu, media maupun keadaan.
Aku juga teringat dengan kisah salah seorang ustaz yang memberikan sebuah hadiah kepada anaknya yang rajin menulis setiap harinya.
Aku mencoba merenungi penulisan tanggal dan tempat pada akhir setiap tulisan (bab) di buku Anak Muda dan Salaf. Dari situ aku mengambil sebuah kesimpulan yang dapat membangkitkan dan menyalakan kembali jiwa menulis dalam hatiku, “Bahwa kapan pun, di mana pun dan bagaimana pun kondisi dan keadaannya, teruslah menulis.” Sebagaimana perkataan ulama salaf:
قَيِّدُوا العِلْمَ بِالكِتَابَةِ
“Ikatlah ilmu dengan tulisan.” (Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi)
Semoga pengalaman yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Kamis, 11 Jumadil Ula 1443 H/ 16 Desember 2021 M
Artikel Kami: Cara Berhenti Merokok yang Benar dan Ampuh