Aku akan Terus Thalabul Ilmi, insyaallah (Kisah Santri)
“Aku akan thalabul ‘ilmi kembali, hingga malaikat maut menjemputku untuk kedua kalinya?”
Inilah penggalan perkataan Imam Abdullah bin Mubarak rahimahullah ketika ditanya jika dihidupkan untuk kedua kalinya.
Memang, thalabul ‘ilmi tak akan berhenti kecuali ketika datang malaikat pencabut nyawa. Aku akan mengisahkan sebuah kisah perjuangan thalabul ‘ilmi yang penuh lika-liku. Perjalanan panjang yang tak ada henti.
Singkat cerita, ketika datang liburan semester satu, aku dijemput oleh pamanku dengan menaiki bus ke pondok tercinta. Kemudian kami pulang bersama ke kampung tempat tinggalku dengan menaiki bus. Keluarga tercintaku sudah menunggu di tempat berhentinya bus. Senang rasanya bisa berjumpa dengan keluarga. Kami melanjutkan perjalanan ke rumah dengan mobil yang dibawa oleh keluargaku.
Alhamdulillah, liburan semester satu selama dua minggu, aku bisa melepas rindu tatkala bertemu sanak keluarga. Hari demi hari kulewati. Ketika satu minggu sudah kulewati, ternyata kegiatanku hanya seputar makan, tidur, dan mandi. Ah, pokoknya bosan di rumah. aku hanya menganggur, hanya duduk di kursi dan membaca majalah. Yah…pokoknya bosan di rumah. Aku mulai berpikir, “Mending di pondok, seru… banyak temen, nggak bosenin.”
Itulah pikiranku, hingga liburan pun habis pada tanggal 15 Desember 2019. Aku berangkat kembali ke pondok dengan kendaraan roda empat bersama Abi dan Umi.
Sampailah aku di pondok, dengan hati senang, tetapi berbeda dengan abah dan umi. Mata abah dan umi ternyata berkaca-kaca. Sepertinya sedih berpisah denganku, beliau menasehatiku, “Jagalah dirimu, taat sama ustadznya. Belajarlah yang rajin, murajaah biar mutqin. Jadilah anak yang shaleh.” Sebuah nasehat bermanfaat yang terus melekat di benakku.
Rasa penyesalan menyelimutiku, kenapa aku tidak bisa manfaatkan waktu dengan baik ketika bersama kedua orang tuaku. Hingga terdengar berita bahwa sebuah virus telah muncul di Wuhan, Cina. Alhamdulillah, Indonesia waktu itu belum termasuk negara yang terinfeksi virus ini.
Hingga akhirnya, Allah menakdirkan virus ini masuk ke Indonesia. Alhamdulillah, pemerintah kita berjuang untuk memberikan keselamatan kepada masyarakatnya, biidznillah, berupa imbauan atau protokol, dsb.
Dalam menyambut imbauan pemerintah, alhamdulillah asatidzah di pondokku, Ma’had Minhajul Atsar Jember, memberikan himbauan dan protokol kepada ikhwah dan para santri untuk menghindari virus ini, seperti: pakai masker, jaga jarak, cuci tangan pakai sabun, dll. Tentunya setelah melewati musyawarah-musyawarah yang panjang dan melelahkan.
Pondok kami juga melakukan karantina mandiri. Keadaan yang sangat baru bagi kami, di antaranya: keluar kamar dengan pakai masker, nonton bola dengan jaga jarak. Masuk Masjid, Maqshaf, dan Kamar dengan melakukan CTPS terlebih dahulu. Alhamdulillah, dengan adanya Covid-19, dipasang wastafel di tempat-tempat strategis untuk memudahkan kami melakukan CTPS.
Hari, minggu, dan bulan dilewati. Kami berharap, “Semoga covid-19 ini cepat selesai.” Harapan yang tak pernah hilang. Harapan yang terus kami dambakan, kadang muncul rindu kepada orangtua, serasa ingin bertemu. Hingga akhirnya bulan yang penuh dengan keutamaan itu tiba. Ya, bulan ramadhan yang pertama kalinya di pondok tercinta, mudah-mudahan Allah menjaga pondok kami dan segenap asatidzah.
Menjelang ramadhan, salah satu ustadz di pondok kami mengadakan tausiyah tentang shalat tarawih tidak berjamaah. Fenomena yang baru, shalat tarawih sendiri-sendiri. Demi menaati pemerintah, kamipun menjalaninya. Mudah-mudahan dengan sebab ketaatan kami kepada pemerintah, Allah Ta’ala Yang Maha Kuasa memberikan kami keistiqamahan sampai meninggalkan dunia ini.
Alhamdulillah pondok kami memberikan menu dan sajian khusus serta spsial untuk buka. Sajian diberikan oleh tim ifthar dari santri jenjang Takhasus. Makanannya bukan makanan biasa, sampai-sampai sebagaian temen seperjuangan mengatakan, “Banyak sekali makanannya, sampai-sampai ana tidak sanggup menghabiskan.”
Di pondok kami, kami seperti tidak merasakan ganasnya Covid-19, sebagaimana di luar sana. Alhamdulillah, hanya Allah pemberi nikmat ini semua. Sedangkan di luar pondok, kondisi berbahaya.
Hari demi hari kami lewati, sampai masuk 10 hari terakhir bulan ramadhan. Ternyata ada amalan mulia, yaitu dianjurkannya untuk mencari malam lailatul qadr atau malam yang lebih baik dari 1.000 bulan. Kamipun bersemangat untuk begadang sampai pagi, demi mendapatkan keutamaan tersebut.
Begadang??? Ya, begadang sambil ibadah tentunya. Dari ba’da shalat tarawih sampai sahur. Memuraja’ah, menambah hafalan, shalat malam, dll. Sampai-sampai panitia menyediakan kopi, susu, teh, dan beraneka jajanan. Kadang dihinggapi rasa kantuk, capek, tapi itulah warna-warni dan lika-liku thalabul ‘ilmi. Di masjid semalaman, masyaAllah, pokoknya seru!!!
Bulan ramadhan yang penuh kemuliaan mulai meninggalkan kami. Pada keesokan paginya, shalat ‘iedul fitri dilaksanakan, namun hanya bagi santri dan santriwati. Adapun ikhwan dan ummahat shalat di rumah masing-masing.
Alhamdulillah shalat ‘iedul fitri kali ini, pihak pondok berusaha mengikuti bimbingan dan protokol pemerintah. Seusai shalat ‘iedul fitri, diadakan berbagai acara bagi para santri. Dimulai acara ramah tamah dan berbagai perlombaanpun diadakan.
Tidak lupa, kamipun bisa melepas kerinduan. Ya, menelfon orang tua. Orang tua menasehatiku agar tetap semangat dalam belajar, kata beliau, “Nggak papa, lagian kalau pulang tidak bisa ke mana-mana, enak di pondok. Seru, banyak temen, dan bisa main bola terus.” Memang benar nasehat kedua orang tuaku, di pondok bisa ikut lomba sepak bola, ping-pong, out bond, memasak, nonton bareng, membuat miniatur. Pokoknya seru lah!!! Nggak ada bosennya, alhamdulillah.
“Lomba bola seru sekaliii, apalagi ping-pong, seru dah.!” kata seorang teman seperjuanganku.
Alhamdulillah pengurus pondok mengadakan acara “Rihlah ke Ma’had 2 yang tak jauh dari Ma’had 1.” Di sana sangat seru, acara terus, banyak permainan dan nonton bareng, alhamdulillah seru!
Ketika liburan telah usai, diumumkanlah pindahan kamar dan kenaikan kelas. Sebelumnya kami tinggal di kamar yang banyak “kutu busuk”. Alhamdulillah sekarang jadi “kutu buku”. Ya, teman-teman jadi suka baca buku, makanya ana namakan kamarku jadi “kutu buku.”
Walau kami sudah naik tingkat menjadi “kakak kelas”, tapi nyatanya kami tidak punya “adek kelas”. Qadarullah tahun ini, pondok tidak menerima santri baru. Sebab, pondok kami menunda penerimaan santri baru.
Alhamdulillah aku bersyukur sudah daftar tahun lalu, bagaimana nasib saudara-saudaraku yang belum bisa belajar di pondok? Mudah-mudahan Allah senantiasa menjaga kami dan saudara-saudara kami.
Seiring berjalannya waktu, ‘idul adha di depan mata. Tak terasa, sudah melewati tiga hari raya di pondok. Aku dan teman-teman berusaha bersabar dan bersyukur kepada Allah.
Shalat ‘iedul adha kali ini berbeda dengan shalat ‘idul fitri, karena shalat ‘iedul adha kali ini dilaksanakan oleh santri, santriwati, ikhwan, dan ummahat. Tentunya shalat dengan protokol-protokol yang ada.
Tempat shalat ikhwan dan ummahat jaga jarak 2 m. Mushalla mereka juga terpisah dengan tempat santri dan santriwati. Setelah dan sebelum shalat ‘ied, tempat shalat ikhwan dan ummahat didisinfektan.
Setelah didisinfektan, diadakan kurban kambing anti covid-19. Sedangkan kurban sapi dilaksanakan di ma’had 2. Alhamdulillah idul adha tahun ini, jumlah hewan qurban bertambah dibandingkan tahun lalu dengan total kambing adalah 103 ekor dan sapi 13 ekor.
Setelah ‘idul adha, kami diberi kabar akan dapat teman baru. Alhamdulillah, dapat teman baru dari khirij MTP (lulusan setingkat SD). Sebelum mereka menjadi santri tahfidz, mereka melakukan rapid test dan dikarantina selama 2 minggu. “Teman baru, mudah-mudahan menjadi semangat baru buat kami.” Sebuah perkataan dari teman seperjuangan.
Ini adalah goresan penaku yang terakhir, mudah-mudahan menjadi motivasi buat saudaraku yang membacanya.
Walau susah senang kita lewati,
Tantangan yang tak henti-henti,
Fitnah syubhat dan syahwat sering berganti-ganti,
Tetapi janganlah perjuangan thalabul ‘ilmi sampai berhenti.
Thalabul ‘ilmi tak akan berhenti sampai malaikat maut mendatangi.
Percayalah wahai saudaraku, inilah jalan terbaik bagaikan samudra yang tak bertepi.
Salam thalibul ‘ilmi, di pagi yang sejuk dan penuh inspirasi.
Wallahu ‘alam.
Selesai ditulis hari selasa, 1 September 2020.
Muhibukum fillah santri judud tahfidz. (Syahril umur 14 tahun asal Banyuwangi)