Aku terkena Corona saat pulang ke rumah orang tua

 

Hari Libur dan Penjemputan

Hari yang sangat dinantikan, ketika orang tua kami mendengar kabar santri yang berada di pondok akan diijinkan liburan dan boleh pulang. Hanya saja, siang itu ada telepon dari ustazdah memberi kabar bahwa anak-anak santri memang ada liburan, akan tetapi liburannya di pondok. Mendengar hal itu orang tua kami sebenarnya merasa berat. Hanya saja, demi kebaikan anak-anak, mereka ikhlas dan rela.

Orang tua kami hanya dikaruniai 2 orang anak, dan semuanya mondok, di pendidikan Banin dan banat. Sehingga orang tua kami, benar-benar menanti dengan penuh kesabaran atas kepulangansaat liburan. Hingga pada keesokan harinya abi yang masih penasaran tentang keputusan pondok kembali menanyakan apakah kami benar-benar  tidak bisa liburan? Salah satu ustadz memberikan penjelasan dengan penuh hikmah dan sangat arif nan bijaksana, sampai akhirnya abi dan umipun bisa menerima keputusan pondok dengan ikhlas.

Suatu sore menjelang Maghrib telepon berdering. Orang tua dikejutkan oleh penyampaian wali kelas banin bahwa kami diijinkan untuk pulang selama liburan. Abi yang memang sangat penuh harap seketika itu sangat gembira mendengar kabar dari pondok dan langsung mengajak umi untuk menjemput kami.

Selepas Isya´abi dan umi sudah siap di depan, adikku yang memang pengen banget pulang sudah siap lebih dulu  menunggu. Lalu abi dan umi langsung bertemu adik, sedangkan aku masih berkemas-kemas dan berpamitan dengan teman-teman. Rasa haru, sedih dan jujur dalam hati kecil ini sebanarnya berat untuk meninggalkan tempat yang sangat menyenangkan ini, pesantren tempat di mana aku diajari membaca al-Qur’an, ibadah, akhlak, dst.

 

Berat meninggalkan pesantren

Jujur dalam hati kecil, aku merasa berat untuk meninggalkan pondok ini. Kulangkahkan kaki ini selangkah demi selangkah keluar meninggalkan gerbang pesantren. Pikiran bercampur aduk sambil kepanjatkan doa dalam hati. Abi dan adik remang-remang terlihat dari balik burdahku. Abi memberi kode lambaian kedua tangannya ke arahku. Air mata tak terbendung. Aku menangis sejadi-jadinya tatkala aku mendengar suara umi mengajak masuk ke dalam mobil.

Sungguh seperti tidak percaya aku benar-benar sudah berada di luar pondok, dan belum tahu kapan bisa masuk ke pondok lagi. Ternyata di dalam mobil ada beberapa anggota keluargaku yang juga ikut menjemput. Di antaranya ada nenek, budhe dan 2 sepupuku yang masih kecil. Air mataku berlinang terus serasa aku tak percaya .

Mobil kami berjalan perlahan-lahan meninggalkan pondok tercinta. Sebenarnya rumah kami dekat. Perjalanan menuju rumah hanya ditempuh 30 menit. Alhamdulillah, kami tiba di rumah sekitar pukul 22.00 wib, ketika memasuki halaman rumah serasa banyak perubahan dengan suasana rumahku. Sesekali kulihat kamarku yang sudah kutinggalkan beberapa tahun yang lalu. Lama sekali tidak ditempati, terkadang rindu juga bila kulihat ada beberapa barang-barang kesayanganku yang aku tinggalkan.

 

MasyaAllah serasa tidak percaya. Kini aku sudah benar-benar berapa di rumah. Demi orang tua aku ingin melepas rindu dan mengikuti kemauan adikku yang baru saja masuk pondok. Ya, akhirnya aku pulang juga. Tak lupa kupanjatkan saya syukur atas nikmat dari Allah aza wajalla yang telah memberikan kesempatan bisa thalabul ilmi di pesantren bermanhaj salaf ini.

Setelah beberapa menit bercerita dengan umi, budhe dan nenek, kamipun melepaskan lelah untuk tidur sampai keesokan harinya kamipun terjaga.

 

Liburan di Rumah

Hari pertama di rumah, pagi hari yang sangat sejuk disambut sang mentari pagi menyibak suasana pagi yang cerah. Aku dan adik menikmati suasana rumah, jalan-jalan di sekitar halaman yang dipenuhi banyak tanaman bunga milik umi. Maklumlah, untuk mengisi hari-harinya umi sesekali merawat anggrek yang menjadi hobi dan kesukaannya.

Pagi beranjak siang sang mentari pagi perlahan naik, aku melihat tetangga jauh belakang rumah mengantar barang kerajinan semacam pot bunga terbuat dari sabut kelapa untuk dijual di kios-kios bunga. Tampak olehku orang tersebut tidak menggunakan masker. Aku merasa keheranan seakan-akan tidak ada corona di desaku ini.

Kuingatkan umi, “Mi, embak itu kok gak pakek masker ya?”

Umi menjawab bahwa orang-orang sini biasa seperti itu.

Keesokan harinya embak-embak itu dateng lagi mengantar pesanan pot bunga dari sabut. Ternyata hari ini dia juga tidak memakai masker. Dan tampaknya agak flu- flu . Umi menanyakan ke masalah masker ke mbak itu. Tampak raut muka mbak itu agak tersipu sipu sambil mengatakan, “Budhe, aku udah lama merasa gak bisa  nyium bau,” kata dia.

Sontak umikku kaget, “Hah, iya tah? Loh kok sampean gak periksa mbak?”

Ternyata dia gak paham kalau gejala baru Covid itu di antaranya hilangnya penciuman.

Lalu umikku berusaha menjelaskan, “Kalau kita merasaka gelaja seperti sampean, minimal sampean pakai masker. Kalaupun bagi sampean gak apa-apa, paling tidak sampean tidak menularkan ke orang lain.”

Sudah  berulang kali embaknya menganter pesanan ke rumah dan tamu yang membawa barang ke rumah kami. Entah umi lupa  tanpa menggunakan masker dan sering melakukan kontak langsung. Awal mula kami tidak punya kecurigaan sama sekali dengan kejadian itu, setelah embaknya  menceritakan hal itu, maka aku dan adikku semakin kaget.

Ternyata, tidak hanya embaknya itu saja yang mengalami, hampir semua tenaga kerja yang ada di rumah saling bergantian sakit dengan gejala yang sama. Dan hal itu dianggap biasa, karena mereka merasa suatu saat akan sembuh dengan sendirinya.

 

Usaha Laundry

Sebenarnya di rumah kami juga ada usaha laundry. Umi sudah aku beri masukan agar baju kotor dari pelanggan jangan langsung dipegang. Akan tetapi harus disemprot dulu. Demikian kami diajari di pesantren. Kami (aku dan adikku) setiap kali ada barang datang entah berupa barang paketan atau baju orang yang hendak dilaundrykan kami selalu menyemprot dengan desinfektan. Kami sudah terbiasa melakukan protokol kesehatan seperti ini di pondok.

Akan tetapi lain halnya dengan kondisi di sekitaran rumahku. Masih banyak dari warga dan tetangga yang lalai terhadap protokol kesehatan.

Begitulah awal kisah ini dimulai. Saat akhirnya, umi terpapar Covid. Demikian juga beberapa anggota keluarga kami.

 

Mulai sakit

Tak lama setelah kejadian dengan karyawan pembawa pot bunga tadi, umi merasakan sakit di bagian persendian di seluruh tubuhnya. Sesekali tampak raut muka umi kurang ceria. Terlihat ada sesuatu yang dikeluhkan. Sesekali pula umi hanya tiduran di tempat tidur. Ini merupakan hal yang tidak biasanya bagi umi. Umi adalah sosok yang sangat enerjik, aktif dan bersemangat. Apalagi kedatanganan anak-anaknya.

Kukira ini hanyalah sakit biasa. Ternyata hari kedua berbeda keluhannya. Umi merasa pusing yang sangat hebat. Umi mengira sakit typus. Akhirnya umi meminta obat yang disuntikkan oleh salah satu keponakannya yang kebetulan perawat di salah satu rumah sakit swasta di kota kami.

Hari berganti hari, ternyata penyakit yang umi alami itu kian memburuk. Setiap hari berbeda-beda keluhannya. Hari kelima umi sakit pilek. Pilek yang berbeda dari biasanya disertai nyeri seperti habis tenggelam di air. Hidung bagian atas seperti dipenuhi air, demikian pula di bagian dahi, pelipis, dan di sekitar tulang pipi. Keluhan ini disertai sulit dan berat untuk bernafas panjang.

Keesokan harinya, rasa nyeri itu bercampur dengan rasa pusing pada bagian belakang kepala seperti ditarik-tarik.

 

Kejadian di Dapur 

Pagi itu, terjadi tragedi di dapur kami. Masakan kami yang dimasak di dapur sedang beraroma pedas. Semua anggota keluarga merasakan ‘bau pedes’ itu.  Dapur kami telah dikuasai bau menyengat. Karena efeknya bau pedes, membuat kami merasa tertusuk-tusuk. Hanya saja, aroma ini tidak dirasakan oleh umi. Beliau sama sekali tidak merasakan bau.

Umi semakin khawatir, penyakit apa yang diderita umikku sampai-sampai mirip sekali dengan ciri-ciri penyakit yang lagi mewabah di tengah-tengah masyarakat . Kekhawatiran umi semakin meningkat. Yang terfikir di benak umi adalah jika hal ini menular ke anak-anak dan anggota keluarga di rumah.

Dengan agak memaksa, umi meminta ke abi agar mengantarperiksa ke RS.

 

Ahad pukul 15.35 WIB

Kami mengantar umi ke salah satu rumah sakit swasta yang kebetulan tempat kerja sepupu kami. Setelah kami diizinkan masuk oleh satpam yang sebelumnya dicek suhu tubuhnya terlebih dahulu, dokter bilang, “Bu, ini sudah jam 16.10. Ibu sudah kesorean, swab-nya sudah tutup. Besok ibu datang lagi jam 09.00 pagi.”

Akhirnya, umi hanya diperiksa biasa. Walhamdulillah, perawat yang bagian memeriksa umi adalah sepupuku sendiri. Umi ditanya apa keluhannya dan sejak kapan mengalami keluhan. Lalu kamipun menceritakan awal gejala yang dialami umi.

“Apakah ada teman kantor yang terkena Covid Bu?”

“Tidak ada,”

“Tetangga?”

Berbagai kemungkinan disampaikan oleh dokter itu. Hingga akhirnya dokter mewajibkan umi untuk di-tes PCR. Abi terlihat lemas seperti tidak bertenaga mendengar umi besok harus di-swab PCR.

 

Tes PCR

Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Pada hari itu, Senin tanggal 10 Januari 2021, tepatnya pukul 08.00, umi berangkat untuk menjalani swab PCR. Sesampainya di rumah kami pun menyambut umi dengan hangat disertai rasa cemas.

“Gimana mi?”

“Nanti, 1,5 jam lagi hasilnya,” jawab umi.

Waktu terasa lama. Jarum jam seakan berputar lambat.

Waktu yang ditunggu-tunggu dengan rasa penasaran ini datang juga. Budhe memanggilku perlahan, lalu berbisik “Umi-mu positif!”

Kamipun terkejut dan langsung lari menuju ruang tamu dengan memakai masker dan faceshield. Di situ umi sedang asyik menelpon.

Umik????……sudah tau hasil pemeriksaannya? Allahul musta´an…..

Ternyata kami benar-benar diberi ujian…..

Seketika itu umik langsung teriak, “Ya Allah…. Astaghfirullah…..”

Kamipun segera berdoa, “Semoga Allah masih menjaga umik ya mik??? Jangan panik dan tetap semangat ya mik???”

Kamipun seketika itu menjauh dari umik dan kami serasa seperti terpisahkan dari ibu kami sendiri.

 

Berpisah dari Umi

Sejak saat itu kami langsung mencari solusi untuk kamar isolasi umi. Akhirnya kamipun memutuskan umi tinggal di rumah dan berada di kamar depan sendiri. Sore harinya abi pulang dari kantor, kami sampaikan hasil swab. Ayah langsung lemas dan tetap memberi semangat dan motivasi terhadap umi.

“Umik tetap semangat yaa mik??”

“Jangan punya pikiran macem–macem, insyaAllah umik akan sembuh.”

“Umik sementara pisah dulu sama anak-anak untuk kebaikan mereka.”

Demikian arahan abi dengan penuh bijak walaupun tetap menyimpan kecemasan dan kekhawatiran.

Waktu berjalan sampai keesokan harinya langsung semua ruangan kami semprot dengan desinfektan semua. Perlengkapan umi kami pisahkan dari perlengkapan lainnya, mulai dari peralatan makan, peralatan shalat, baju dan semua keperluan.

Aku dan adik mulai membagi tugas pekerjaan rumah, mulai pekerjaan memasak mencuci piring, menyiapkan makan mandi umi.

 

Aku mulai demam

Keesokan harinya, aku sudah mulai bersin-bersin. Tenggorokan mulai terasa sakit, hidung tersumbat dan kepala pening.

Akhirnya semua anggota keluarga disarankan untuk melakukan periksa.

Hari Selasa, tanggal 11 Januari 2021, kamipun berangkat diantar sepupu untuk tes Swab, termasuk abi. Hanya saja, karena sesuatau hal akhirnya abi di-swab pada hari Rabu.

Kami hanya selalu mengingat firman Allah, “Sesunggunya bersama kesusahan akan datang kemudahan.“ 

Demikian pula janji-Nya, “Dan Allah akan bersama orang-orang yang bersabar.”

Saat memasuki ruangan tes, selalu kupanjatkan doa. Selangkah demi selangkah, kami memasuki lorong menuju tempat Swab. Ruangan itu terletak di paling belakang. Di perjalanan, aku melihat gudang-gudang tempat penyimpanan gas oksigen, gudang sampah medis. Ada juga tulisan yang aneh, “Pasien berbohong tenaga medis meninggal.”

Yang paling mengejutkanku ada 2 ruangan yang satunya terbuka terdapat seperti bekas pemandian dan ada keranda mayat. Astaghfirullah, aku dan adik sama-sama kaget menoleh ke tempat itu. Aku pegangi tangan adikku sambil aku remas, kami langsung mengetok pintu di depan kami, dan ada 1 orang petugas mempersilahkan masuk lalu kamipun melakukan proses swab. Selesai proses Swab kami diberi penjelasan hasilnya ditunggu kurang lebih 2 jam. Kamipun langsung menuju ruang tunggu dan langsung pulang.

 

Baca juga: https://www.minhajulatsar.com/nasehat-syaikh-fawwaz-al-madkhali-di-masa-pandemi/

 

Hasil mengejutkan

Pada sore harinya, kami dikirimi hasil swab melalui email sepupu. Dari semua yang di-swab, ternyata aku positif. Saat itu aku teriak, “Allahul musta´an, ya Allah!”

Aku langsung lemas, air mata deras membasahi pipiku.

Aku tak tahu harus berbuat apa.

Umi hanya bisa meneteskan air mata. Dan saat itu itu kudengar Umi mengatakan, “Nak, maafkan umik ya!”

Kami akhirnya berpelukan di rumah depan tempat isolasi umi.

Malam itu, umi berusaha menenangkan aku dan memberi nasehat. Bahwa ini sudah menjadi takdir. Umi menyadari bahwa sekalipun kami sudah menjaga protokol kesehatan, akan tetapi di rumah kadang ada tamu. Kadang umi lupa tidak menggunakan masker. Inilah akibat keteledoran kami. Akhirnya, aku pelan–pelan berhenti menangis.

Kulangkahkan ke Hammam untuk wudhu dan shalat Maghrib. Kulepaskan rasa sedih dan bermunajat pada Sang Rabb atas semua yang kualami. Semoga aku dan umi diberikan kesabaran dengan ujian ini. Amiin.

 

Jadwal Masuk Pondok

Seharusnya, kami, aku dan adikku, sudah harus kembali ke pondok. Akan tetapi dengan sebab musibah ini, waktu kembali ke pondok tertunda, entah sampai kapan. Hanya Allah yang tahu. Rindu untuk belajar. Rasa untuk menghafal dan memurajaah pelajaran semakin memuncak. Kawan dan teman satu perjuangan hanya sebatas bayangan. Entah sampai kapan, wallahu a’lam. Semoga Allah segera memberi kemudahan.

Hari demi hari kulalui bersama umi di rumah depan. Semua aktifitas aku lalukan bersama secara bergantian kamipun saling menyampaikan nasehat. Walaupun di satu rumah, protokol kesehatan pun tetap kami lakukan.

Telepon selalu berdering dari berbagai handai taulan dan saudara. Teman-teman ummi dari pondok memberi semangat. Nasehat-nasehat disampaikan kepada umikku. Kami sangat bersyukur atas dukungan tersebut.

Keesokan harinya ada pengiriman obat probiotik dan beberapa obat herbal yang masyaAllah rasanya manis dan aman bagi tubuh kami. Istilah probiotik sudah kami dengar di pondok. Sebelumnya, ini merupakan istilah yang asing bagi kami. Ternyata biidnillah sangat membantu atas kesembuhan kami, selain obat antibiotik, vitamin dan dari dokter, kami juga  mendapat kiriman obat herbal dari pondok kami. Masya Allah, semoga Allah menjaga pondok kami yang begitu perhatian kepada kami.

Hampir setiap hari kami selalu mendapat perhatian dari ustadz kami dari pondok. Sekali lagi semoga Allah selalu menjaganya. Perubahan yang kami alami kurang lebih 3 hari di kala puncak-puncaknya kami merasakan pusing dan serasa kepala, pada bagian hidung atas dan pelipis dirasakan perih serasa terisi air dan kepala terasa pening serasa tengkorak kepala mau lepas dan  melayang, hal ini kami rasakan selama 3 hari pas puncak-puncaknya sakit.

Pada hari ke-3 setelah di-swab, alhamdulillah, umi mulai merasakan bau minyak kayu putih.

Keesokan harinya juga umi merasakan ada asap pembakaran sate dari warung depan rumah.

Masyaallah umi juga sudah merasakan lezatnya makanan yang disiapkan oleh budhe, adik dan abi.

Alhamdulillahilladzi bini´matihi tatimmush-shlihaat”

Rasa syukur yang tiada terhingga atas nikmat indra pengecap dan penciuman kami  telah berfungsi normal, diikuti kondisi badan yang semakin hari semakin membaik. Badan yang semula selalu terasa dingin kini sudah merasakan hangat. Sehingga setiap kali mandi pagi dan sore selalu menggunakan air hangat.

 

Aku masih sakit

Sedangkan aku masih merasakan sakit di bagian dahi, pelipis dan hidung di bagian atas seperti yang dialami umi. Hari-hari kujalani dengan berdzikir dan memohon kesembuhan sampai tertidur. Karena dengan tidur lumayan bisa meredakan rasa sakitnya.

Tepatnya 7 hari setelah swab ketika hendak ke kamar mandi, kurasakan bau sabun kamar mandi tetapi serasa jauh hanya terasa 30% saja.

Keesokan harinya  bisa mencium bau masakan yang dihidangkan untuk kami.

Hemmm, masyaallah. “Ini bener-bener bisa merasakan nikmat makan aku mik…dan baunya terasa sekali,” kusampaikan pada umikku.

Kami lalui hari demi hari dengan kesabaran dan sangat penuh keyakinan bahwa kami insyaAllah akan sembuh. Motivasi dan ucapan doa dari temen-temen dan saudara memberikan semangat pada kami berdua karena cobaan ini penuh dengan nilai ibadah, asal harus diyakini dengan niatan ikhlas. Sakit yang kami alami merupakan penggugur atas dosa-dosa.

Hari ke-8 kami sudah merasakan badan terasa enak, tanpa keluhan. Kamipun ingin segera swab ke-2 pada hari ke-9 dan hari ke-10 kami berangkat swab lagi. Akan tetapi hasilnya masih positif. Kami dianjurkan terus menghabiskan obat dari rumah sakit dan tambahan vitamin, serta sepekan berikutnya dianjurkan untuk swab untuk ke-3 kalinya.

 

Baca juga: https://www.minhajulatsar.com/nasehat-syaikh-yahya-bin-ali-nahari-di-masa-pandemi/

19 hari berstatus Positif Covid

Hari demi hari kami menunggu dengan penuh kesabaran. Sampai pada tanggal 29 Januari 2021, tibalah waktunya kami  untuk menjalani swab ke-3.

Selama 19 hari lamanya kami menyandang status pasien covid positif. Walhamdulillah, hasil swab ke-3 ini kami mendapat informasi hasil swab kami negatif.

Aku dan umi langsung sujud syukur. Kami ucapkan rasa syukur tiada terhingga kepada Allah Azza Wajalla. Allah memberi kami ujian sakit dan Allah pula yang memberiku kesembuhan. Masyaallah kamipun saling berpelukan. Selama ini kami terpisahkan dan tetap menjaga jarak memperhatikan protokol kesehatan setiap kali ruangan selalu dilakukan penyemprotan dengan desinfektan.

Setelah kami mendengar kabar berita yang menyenangkan ini kami masih disarankan untuk isolasi mandiri di rumah sebagai evaluasi.

Dari sini, aku benar-benar memahami arti pentingnya protokol kesehatan sesuai yang dianjurkan pemerintah.

Maka jangan sekali-kali menyepelekan.

Kami semakin yakin bahwa ujian itu memiliki hikmah yang sangat besar, yang Allah rahasiakan buat kami. Kami saling memberikan semangat dalam thalabul ilmi, adikku semakin dewasa, karena dia yang merawat kami dan membantu memenuhi  kebutuhan kami.

 

Pesan Kami

Dari pengalaman sakit yang pernah kami dan keluarga alami, semoga menjadi pelajaran, terutama bagi kami dan teman-teman kami:

  1. Selama masa pandemi ini sangat diwajibkan mematuhi peraturan pemerintah dengan menjalankan Protokol kesehatan, yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Jangan menyepelekan hal-hal kecil dalam menghadapi pandemi ini. Virus Covid ini benar-benar ada, maka berhati-hatilah wahai saudara-saudaraku.
  2. Kebijakan pondok yang aku ikuti dan aku jalani selama ini sungguh masyaAllah, karena benar- benar menjalankan protokol kesehatan yang sangat intensif dan sesuai prosedur. Asatidzah benar-benar sayang kepada kami. Kebijakan pondok sungguh bukan main-main dalam melindungi para santri. Mereka saling ta´awun (saling membantu) tanpa mengenal lelah demi menjaga kesehatan dan memberikan perlindungan terhadap kami.
  3. Prosedur yang dijalankan di pondok kami tercinta di antaranya:
    1. Semua tamu yang berkunjung dan semua kendaraan tamu baik roda 4 ataupun roda 2 hanya sampai batas portal dan tidak diperkenankan masuk ke areal pondok,
    2. Selama pandemi ini , pondok kami tidak menerima tamu/kunjungan dari luar, bila ada  santri dari luar  baru yang masuk ke pondok wajib menjalani karantina di tempat yang terpisah,
    3. Barang kiriman dari luar wajib disemprot dengan desinfektan di tempat khusus,
    4. Kami diwajibkan menggunakan masker selama di lingkungan pondok dalam, setiap keluar kamar asrama, masjid dan ruangan kelas, serta selama proses belajar mengajar, dalam seluruh aktivitas/kegiatan,
    5. Tersedia wastafel di beberapa titik,
    6. Bahan makanaan yang akan diolah disterilkan terlebih dahulu,
  4. Ikhlaskan niat hanya karena Allah semata insyaallah pahala akan selalu menyertai.
  5. Hendaknya selalu bertawakkal dan meminta pertolongan Allah Azza Wa jalla karena hanya Allah-lah tempat meminta dan pemberi pertolongan.
  6. Jangan pernah meremehkan protokol kesehatan karena Covid ini benar-benar nyata dan kami sudah pernah mengalaminya.

 

Semoga Allah menjaga kami dan saudara-saudara kami serta dijauhkan dari wabah. Amiin.

 

Baca juga: https://www.minhajulatsar.com/khutbah-jumat-nasehat-di-masa-pandemi-untuk-bertobat-dari-maksiat/

 

 

 

Mungkin Anda juga menyukai

1 Respon

  1. Sel 2 Syawal 1443H

    […] Baca Juga: Aku Terkena Corona Saat Pulang ke Rumah Orang Tua […]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.