Kisah Perjalanan Santri Pulang ke Rumah
Bertepatan pada tanggal 9 Ramadan di malam hari, jam menunjukkan sekitar pukul 10.00 atau lebih, aku termenung memikirkan sebuah kisah yang terjadi antara aku dengan temanku. Terbetik pada diriku untuk menulisnya, bersamaan dengan dorongan salah satu temanku agar aku menulisnya.
Yaitu sepintas kisah saat kami berencana akan pulang ke rumah pada bulan Ramadan tahun lalu. Ketika itu kami berdua telah menyusun agenda dengan matang. Mulai dari jadwal kepulangan hingga kembali lagi.
Namun tiba-tiba temanku itu datang membawa berita yang membuat aku dan dia merasa sedikit resah. Bahwa kami harus kembali ke ma’had sebelum id. Tentunya hal itu bertentangan dengan agenda yang sudah kami rencanakan sebelumnya, di samping masa kepulangan di rumah yang singkat.
Resah dan sedikit bingung, namun aku tepis rasa itu dengan mengatakan kepada temanku, “Sudah-dah, yakin! Pasti, InsyaAllah ada jalan keluarnya.”
وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya,” (QS. At-Thalaq: 2)
Kata-kata itu ternyata mengiang-ngiang di benak temanku dan menjadi prinsip yang terus ia pegang. Terus berlalu, hingga pada waktunya kami akan pulang, singkat cerita liburan telah berlalu, akhirnya pun kami kembali ke ma’had. Saat temanku bercerita tentang peristiwa kepulangannya kemarin, dia mengatakan, “Benarlah apa yang kamu katakan.”
Begini Ceritanya
Waktu itu kami sedang pelajaran hifzh, tiba-tiba seorang ustadzah memanggilku dan memberi kabar bahwa aku dijemput pulang oleh abiku, sekarang juga. Masih setengah kaget, aku juga diberitahu bahwa pulangnya menaiki kereta api, dan berangkat ke stasiun harus menggunakan mobil.
Aku segera melakukan persiapan kilat. Asrama yang terletak di lantai dua, membuatku harus berkali-kali naik turun tangga karena lupa ini dan itu. Waktu terus berjalan, sementara kereta api akan berangkat pukul 09.45.
Hingga akhirnya persiapanku baru selesai pada pukul 08.30. Setelah keluar dari ma’had, mobil pun melaju begitu cepat mengejar waktu keberangkatan kereta. Ketika tiba di stasiun, tersisa waktu beberapa menit sebelum kereta api berangkat.
Dengan segera, aku dan abiku mendatangi petugas jaga untuk segera masuk kereta. Namun ternyata, sebelum masuk kereta kami harus test swab/genose terlebih dulu.
Aku yang tidak tahu-menahu tentang peraturan perjalanan pun kaget. Pemberitahuan kepulanganku yang mendadak juga membuat persiapanku berantakan dan tidak sempurna. Apalagi hal-hal semisal tes genose dan lain sebagainya, lebih tidak terpikirkan lagi.
Ternyata antrean untuk melakukan tes genose sangat panjang dan banyak. Orang-orang tersebut adalah orang-orang yang akan menaiki kereta yang sama dengan kami.
Detik-Detik Menegangkan
Waktu terus berjalan, Hingga semakin dekat dengan jadwal keberangkatan. Hampir-hampir petugas tidak mau melayani kami. Di saat itulah aku teringat dengan ucapan temanku bahwa insyaAllah akan ada jalan keluar sesuai ayat di atas.
Kemudian, karena desakan dan paksaan para penumpang, akhirnya para petugas itu mau melayani kami. Aku berada di antrean paling terakhir, sementara waktu yang tersisa hanya 5 menit. Di depanku masih ada 3 orang yang mengantre. Ditambah lagi, ada masalah saat observasi.
Di situlah aku terus menenangkan diri dan menguatkan hati dengan mengulang-ulang ucapan temanku itu dalam hati.
Biidznillah, alat observasi itu pun bisa berjalan kembali. Tidak lama kemudian namaku dipanggil untuk menerima hasil tersebut. Akhirnya aku dan abiku langsung menerimanya dan bergegas menuju kepada petugas. Kami pun dipersilakan masuk kereta dengan segera.
Abiku masuk terlebih dahulu, aku menyusul setelahnya. Baru saja aku menginjakkan kaki di atas kereta, peluit panjang (tanda keberangkatan) ditiupkan.
Di situlah aku tersadar dan benar-benar yakin dengan ucapan temanku.
Baca Juga: Aku Terkena Corona Saat Pulang ke Rumah Orang Tua
Pelajaran Hidup
Dari perjalanan dan kisah temanku di atas, ternyata ada beberapa faedah dan pelajaran hidup yang dapat kuambil.
Pertama: Di balik setiap kesulitan, pasti di sana akan ada kemudahan. Sebagaimana sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَاعْلَمْ: أنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ، وَأَنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرًا
“Dan ketahuilah! Sesungguhnya pertolongan bersama kesabaran dan kelapangan bersama kesempitan dan bahwasanya bersama kesulitan pasti ada kemudahan.”
Kita hanya perlu bertawakal kepada Allah, sebagaimana dalam firman Nya:
وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hanya kepada Allah hendaklah kalian bertawakal jika kalian beriman.” (QS. Al-Maidah: 23)
Kedua: Teruslah berbuat baik kepada orang lain, dan jangan meremehkan kebaikan sekecil apa pun itu. Bisa jadi kita menganggapnya kecil namun ia menjadi besar di sisi Allah. Maka teruslah menjadi manusia yang dapat bermanfaat bagi manusia.
Terkadang kita tidak menyadari bahwa apa yang kita katakan berupa kebaikan, ternyata orang yang mendengar bisa mengambil fadah dari ucapan tersebut. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ، لَا يُلْقِي لَهَا بالاً، يرفع اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا، يهوي بها في جهنم
“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang diridai oleh Allah, yang sebenarnya dia tidak terlalu peduli dengan perkataan tersebut namun ternyata menjadi sebab Allah mengangkat derajatnya. Dan sesungguhnya seorang hamba bisa jadi dia mengucapkan suatu kalimat yang dimurkai oleh Allah, yang sebenarnya dia tidak terlalu peduli dengan perkataan tersebut, namun perkataan tersebut bisa menjatuhkan dia ke dalam jurang neraka.” (HR. Al-Bukhari)
Semoga bermanfaat.
Artikel Kami: Mempertahankan Semangat Beribadah Setelah Ramadan
Penulis: Santriwati Tarbiyatun Nisa’