Ladangku Semangatku
Oleh Muhammad Hafizh Perawang 2A Takmili
Bersyukur kepada Allah, tak bosan aku panjatkan. Karena hanya karunia-Nya semata aku masih bisa memeluk keimanan. Hanya karunia-Nya semata aku masih bisa tetap berthalabul ilmi (belajar ilmu agama) di Ma’had Minhajul Atsar Jember.
Sebuah karunia murni dari Allah, bukan karena aku pintar. Banyak orang yang lebih pintar dariku. Bukan karena aku baik, masih banyak orang yang lebih baik daripada aku.
Aliran nafas kehidupan yang aku habiskan dalam rentang waktu 6 tahun di ma’had dalam menjalani berbagai progam, dan kegiatan demi kegiatan.
Sejenak kuingat, kucermati dan kuterawang. Benar ia memiliki peran dan makna luar biasa dalam membentuk karakterku menjadi pribadi yang “hidup” insyaa Allah di masa mendatang nanti.
Hari ini, Senin, 26 Oktober 2020, mentari tampil sendiri. Kilau cahayanya benar-benar memberikan spirit energi untuk jiwa dan tanaman-tanaman sayurku di ladang sana, bi-idznillah.
Kubuka buku pelajaran, sembari menanti datangnya ustadz. Datang untuk mengajar dan mewarnai kambali hari-hari masa mudaku dengan belajar, belajar dan belajar.
Kepada mereka aku belajar tata bahasa Arab dan ilmu sharaf. Lengkap dengan fikih shalat, sirah, ta’bir dan tauhid. Belajar kepada ustadz-ustadz yang cerdas lagi bijaksana–berilah keberkahan pada hidup mereka yaa Allah. Amiin.
Melalui sebab mereka, dengan izin Allah, sedikit demi sedkit aku merasakan manis dan lezatnya belajar ilmu agama. Melalui mereka pula aku mulai memahami arti sebuah ilmu. Betapa urgennya ia dalam kehidupan. Entah apa jadinya hidup ini andai kata ilmu itu jauh dariku. Kalau bahagia melewati batas, saat sedih menyapa bena-benar terpuruk, tak tahu bingung harus berbuat apa. Sedih dan menyedihkan.
Jarum jam di dinding asrama terus berputar. Tak pernah kenal pusing apalagi lelah. Kini, ia memberikan isyarat pertanda jam pelajaran pagi ini telah usai. Tepat sekali! Sekarang ia sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Amunisi kembali ke disgrip masing-masing setelah melakukan ‘tranfusi’ cairan selama 3 jam.
Para pejuang menarik nafas panjang merebahkan tubuh guna memulihkan kekuatan, mengistirahatkan mata karena kantuk yang menyerang. Kadang kala, melangkahkan kaki menghampiri koperasi (maqshaf) merupakan opsi yang aku pilih. Ya, kembali bersua dengan sayyaroti. Makanan ringan yang mejadi kesukaanku. Sejak awal, roti kering produksi Ma’had as-Salafy ini benar-benar menjadi hiburan tersendiri bagiku. Tidak berlebihan, pada gigitan perdana, aku benar-benar tertarik dengan rasanya yang lezat. Sederhana memang. Tapi sangat nikmat luar biasa. Disamping bebas dari 4P (pengawet, penyedap, pemanis, dan perasa), ia cukup membuat lupa dari penat yang menggigit pikiran.
Matahari semakin meninggi. Waktu menunjukan pukul 11.13. Kulangkahkan kaki ini menuju tempat wudhu. Kubasuh kedua telapak tanganku. Kutampung air lalu kumasukkan ke dalam mulut juga hidung. Kubasuh wajah dan tangan, sembari mengingat firman-Nya
واغسلوا وجوهكم وأيديكم إلى المرافق
“Basuhlah wajah dan tangan-tangan kalian sampai siku!”
Kukenakan pakaian shalatku, takkan ketinggalan parfum jaguar kesayanganku. Ya, sebentar lagi aku akan shalat menghadap sang Pencipta.
Sebelum waktu makan siang tiba. Ada satu mata pelajaran berdurasi 30 menit yang kami geluti. Setelah itu, barulah aktivitas mandiri hingga Ashar menghampiri.
“Mas, cabe dikasih pupuk ya! Urea 2 caupan tangan, antum campurkan ke air satu ember penuh. Ponska-nya juga demikian,” kata Mas Hasan menghampiri.
“Siap, insyaallah,” jawab kami.
Di sini, ada satu kegiatan lagi yang seru buatku. Yaitu, berladang di sore hari. Tak usah sering, hanya dua hari sekali. Usai memurajaah al-Qur’an jam 15.30, kegiatan berikutnya adalah berangkat ke sana. Kemana? Kemana lagi kalau bukan ladang tercinta. Ganti kostum ladang berbekal sepatu bot, berangkat.
Di sini, tanaman yang dominan meramaikan ladangku (ukuran 10 x 5 m) ada dua; cabe rawit dan kacang panjang. Keduanya serasi banget. Sudah kenalan dengan kacang panjangku belum? Dia bisa dipanen 3 kali dalam seminggu. Kalau sudah waktu panen, aku biasa memanggil teman-temanku di ladang lain, untuk turut membantu. Sekali panen biasanya dapet 7 kg, seringnya lebih. Jadi, kacang panjang berumur 3 bulanan sudah memberikan hasil 70 kilogram lebih. Walhamdulillah.
Kabar baiknya lagi, semua orang yang ada di Ma’had sudah pernah merasakan lezatnya kacang panjang tersebut. Kok bisa? Ya, karena langsung dapur ma’had yang memesan dan membelinya. Di samping itu ada juga mitra lain yang akrab dengan kacang panjangku. Siapa lagi kalau bukan SI MLIJO. Si pasar unik yang merupakan satu dari sekian unit usaha ma’had.
Untuk cabe sendiri, ia sudah memberikan buahnya sebanyak sekitar 40 kg. “Kalau perawatannya bagus dan telaten, pohon ini bisa mencapai umur 12 bulan alias 1 tahun,” kata mas Hasan.
Di samping 2 tanaman tadi, ada juga tanaman lain yang meramaikan agrowisata ini. Sebut saja tomat, terong, pokcoy, kangkung, bayam hijau dan merah, bayam batik, jagung, labu, semangka, melon dan tanaman lainnya. Tentu tak semua tersedia di ladangku. Tetapi di ladang teman-temanku juga.
Kenapa kusebut argowisata? Jawabannya, karena kini area ladangku dan ladang teman-temanku sudah menjadi tempat kunjungan dengan obyek hiburan bagi masyarkat setempat.
Barangkali ada yang menilai berat kegiatan kami. Eits, Anda salah besar. Aku dan kawan-kawan di sini adalah sebuah komunitas. Jadi yang kami lakukan adalah berbagi tugas. Dengan metode seperti itu, tentunya semua akan menjadi ringan dan mudah sebagaimana kata pepatah. Jadilah kegiatan ini benar-benar seru lagi mengasyikkan.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkkan pukul 16.30. Sudah tiba waktu bermain voli bersama kawan-kawan. Ya, melepas canda dan tawa bahagia bersama mereka, teman-teman seperjuangan.
Begitulah sekilas hidupku di tempat ini, seolah tak ada corona, insyaallah. Seolah tiada musibah seperti di luar sana. Aku dan kawan-kawan masih bisa menyibukkan diri dengan ilmu, buku, pensil, dan pena. Alhamdulillah, doa yang selalu kupanjatkan siang nan malam, “Ya Allah, bantulah aku untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur dan memperbagus ibadah kepada-Mu.”
اللهم أعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
Kawan, teruslah bersabar hingga wabah ini pergi dan selesai…
Ada banyak hikmah yang bisa dipetik di balik setiap musibah yang terjadi. Tak peduli betapa deras airnya, setiap hujan akan selalu berhenti. Setiap tetes air mata dan luka, pasti akan mengering, matahari akan selalu terbit dan tenggelam setiap harinya, sampai batas waktu yang ditentukan.
Setiap orang yang ada di puncak kesulitan, maka pintu kemudahan dan ambang jalan keluar sudah berada tepat di hadapannya. Suatu saat, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Rintangan dan cobaan ibarat cuaca panas dan dingin. Maka jika seorang hamba mengetahui bahwa ia pasti mengalami keduannya, niscaya ia tidak akan marah saat didatanginya, tidak akan gelisah maupun bersedih hati karenanya.” (Lihat Madarijus Salikin 3/389)