Ikhlaskan hati saat thalabul ilmi

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

 

Oleh Muh. Syahrir Banyuwangi Tahfizh

 

Keikhlasan dalam Thalabul Ilmi

Tepat jam tiga dini hari, bel thullab tahfidz berbunyi, “Teeet… teeet… teeet…” “Ayo bangun bangun bangun… Jangan sampai telat!” Tegur salah satu musyrif membangunkan thullab. Hafizhahullah.

 

Kebiasaan thullab tahfidz, “Bangun, rapikan ranjang, persiapan wudu, ke KM/WC dan lain lain, baru ke masjid.” Tutur seorang teman seperjuangan.

 

Terlihat di masjid, shaf pertama, “Shalat tahajjud, witir, doain orang tua, baca al-Quran kek, ya pokoknya ibadahlah.” Sebuah nasehat dari Alan (bukan nama asli). Alan sedang shalat tahajjud dan witir. Sesekali dia melihat al-Quran, kemudian shalat kembali. Tapi, terlihat di samping Alan, seorang dengan meja di hadapannya, meletakkan kepala di atas meja. Tidur sampai adzan. Bangun bentar, baca al-Quran satu atau dua halaman, kemudian tidur kembali. Ya, dia adalah aku sendiri.

 

Ana ingin bercerita tentang masa lalu. Walau masa lalu tak perlu diulang. Tapi, masa lalu itu perlu diingat. Dan… “Antum harus mengambil ibrah darinya.”  Tutur teman seperjuangan.

 

“Ketika itu, ana lagi tes..” Seorang dari kami mulai bercerita. “Pas ustadznya lagi nanya: Siapa yang pingin mondok di sini? “Ana, aku, saya, ana.” Jawab mereka. Semua angkat tangan kecuali Habibi (bukan nama asli). Ustadznya tanya, ”Kenapa kamu nggak mengangkat tangan?” Dengan nada sedikit malu, Habibi menjawab, “Aku nggak mau masuk sini, tadz!”

 

Itu adalah cerita dari Hasyim (bukan nama asli). Ketika itu, dia tes bareng bersama Habibi. Hingga akhirnya, kami yang terdiri dari 19 orang bersama dua musyrif tinggal di satu sakan, sakan pra tahfidz. Alhamdulillah, kami diterima semua.

 

Satu bulan berlalu, dua, tiga bulan “Kok makin malas ya…” Gumamku. “Bulan pertama semangat ibadah, shaf pertama terus, nggak pernah telat. Shalat sunnah minimal lima belas kali sehari.” Tutur teman satu sakan. “Tapi…” Lanjutnya. “Bulan kedua, ketiga kok tambah malas.” Ya, ana merasakan juga. Nulis poin ibadah dibanyak-banyakkan, niatnya pengen riya’.[1] Yah, begitulah dulu sebelum punya niat ikhlas dalam thalabul ilmi.

 

Sampai suatu ketika, musyrif kami hafizhahullah meminjamkan buku tentang spirit muda thalabul ilmi. Aku baca buku ini sampai tamat. Kemudian, “Niat ana di pondok ini ngapain ya?” Gumamku dalam hati.

 

Kini aku baru tahu. Ternyata, selama ini niatku mondok adalah karena disuruh orang tua. Akupun terdiam sejenak. Memikirkan masa laluku yang terlalu ‘suram’. Sejak itu juga, aku ingin meluruskan niatku, ikhlas dalam thalabul ilmi. Sungguh benar, perkataan imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah, “Dahulu, kami thalabul ilmi dengan tujuan dunia. Akan tetapi, ilmu membimbing kami untuk mencari akhirat.” 

 

Tak lama kemudian, aku bertanya kepada Habibi, “Ente niat mondok buat apa?” “Sekarang, niat ana thalabul ilmi, ikhlas InsyaAllah.” Jawab Habibi. Memang benar, perkataan Habib bin Abi Tsabit rahimahullah, “Dahulu, kami mencari ilmu tanpa adanya niat. Kemudian niatpun datang!”

 

Akhi fillah…

Memang, terkadang niat kita itu bisa berubah-ubah. Seperti yang dikatakan oleh imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah, “Tidak ada sesuatu yang lebih berat untuk diobati bagi diriku sendiri melebihi niat. Sebab, niatku itu berubah ubah.”

 

Pernah juga, teman seperjuangan satu sakan nyeletuk, “Pas nggak ada ustadznya salatnya biasa aja. Coba pas ada ustadznya, dikhusyuk-khusyukin salatnya. Benar gak!!?” tuturnya.

 

Inilah contoh pentingnya kita mempelajari keikhlasan. Seperti yang dikatakan Yahya bin Abi Katsir, “Pelajarilah niat. Karena, niat itu lebih berat daripada beramal.”

 

Ingatlah, keikhlasan itu penting. Karena Abdullah bin Mubarak menuturkan, “Bisa jadi amalan kecil menjadi besar karena niat. Bisa jadi juga, amalan besar menjadi kecil karena niat.”

 

Semoga bisa menjadi ibrah untuk kita semua, para pemuda thalabul ilmi…

[1] Di lembaga tahfizh ada lembar perkembangan ibadah thullab, yang diisi oleh thullab itu sendiri. Semua ibadah yang dilakukan thullab di tulis di situ dalam bentuk poin. –ed

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.