Jangan saling memutus hubungan!
Syaikh Shaleh al-Fauzan hafizhahullah
Saling melakukan hajr (memutus hubungan) sesama kaum muslimin adalah perbuatan yang secara asal tercela. Namun, jika ada maslahat padanya maka hajr itu diperbolehkan. Hajr adalah meninggalkan dan menjauhi, yakni seseorang menjauh dari yang lain, tidak berbicara serta memutus hubungan dengannya.
Kapankah boleh melakukan hajr dan kapan tidak dibolehkannya?
Hukum Melakukan Hajr Kepada Seorang Kafir Dan Musyrik
Adapun kepada seorang kafir dan musyrik, dilakukan hajr kepada mereka secara totalitas, sebagaimana Allah berfirman:
وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
“Dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (QS. al-Muzammil: 10)
Dan firman Allah:
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
“Dan perbuatan dosa, maka tinggalkanlah.” (QS. al-Muddatstsir: 5).
Tafsir perbuatan dosa dalam ayat ini adalah berhala dan para penyembahnya.
Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk menjauhi dan meninggalkan berhala para penyembahnya. Demikian pula orang kafir dan musyrik harus dijauhi secara totalitas hingga mereka berislam dan masuk ke dalam agama Allah.
Hukum Melakukan Hajr Kepada Seorang Muslim Yang Bermaksiat
Seorang muslim yang melakukan dosa besar, jika tidak bisa lagi menasehatinya dan dia terus menerus melakukan maksiat, dan melakukan hajr kepadanya bisa menjadi solusi dan ada harapan dia bertaubat, maka ketika itu dilakukan hajr padanya.
Karena Nabi pernah melakukan hajr selama 40 hari kepada tiga orang sahabat yang tidak ikut berangkat perang, dan beliau memerintahkan sahabat yang lain untuk ikut melakukan hajr hingga Allah menerima taubat mereka. Sebagaimana Allah berfirman:
وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Dan terhadap tiga orang yang tertinggal (dari ikut perang), hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun terasa sempit oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. at-Taubah: 118)
Jika hajr kepada pelaku maksiat mengandung sebuah mashlahat yang lebih besar dari kejelekan yang ditimbulkan, seperti taubat, rasa malu, dan rujuk dari mengerjakan dosa. Maka ketika itu melakukan hajr dianjurkan untuk dikerjakan.
Namun jika hajr hanya akan menimbulkan kejelekan dan bertambah bermaksiat, maka melakukannya ketika itu tidak boleh. Tapi, sampaikan kepadanya nasehat dan diskusi. Semoga dengan itu Allah memberi hidayah kepadanya, atau paling tidak kejelekannnya berkurang.
Melakukan Hajr Kepada Seorang Mukmin Yang Istiqamah
Adapun melakukan hajr kepada seornag mukmin yang istiqamah maka hukumnya haram, jika dia tidak mengerjakan maksiat. Oleh karenanya Nabi melarang perbuatan saling membelakangi dan saling memutus hubungan, beliau bersabda:
لاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلَا تَقَاطَعُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا، وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ
“Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi dan saling memutus hubungan. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidak halal bagi seorang muslim untuk menjauhi saudaranya di atas tiga hari. ” (HR. al-Bukhari (4/6065, 6076) dan Muslim (6/Juz 16/Hlm. 115/Nawawi).
Maksudnya, jika memang harus dilakukan maka maksimal selama tiga hari. Selebihnya tidak boleh, jika hajr tersebut dilakukan karena alasan duniawi. Seperti seseorang yang menzalimi anda, atau mengambil harta anda, atau dia melakukan sesuatu yang melampaui batas kepada anda sehingga anda marah padanya. Yang sepantasnya dilakukan ketika itu adalah membalas perbuatannya dengan berbuat baik padanya. Namun jika memang harus, anda hanya boleh melakukan hajr kepadanya selama tiga hari. Setelah itu haram bagi anda untuk melakukannya lebih dari itu, karena dia seorang muslim.
Kesimpulannya, hajr dilakukan selama-lamanya kepada seorang musyrik. Jika kepada pelaku maksiat maka hajr kepadanya sekedar sampai ia bertaubat. Dan tidak boleh melakukan hajr jika kepada seorang muslim karena alasan duniawi, karena yang diperintahkan kepada kaum muslimin adalah persatuan, saling tolong menolong di atas kebaikan dan ketakwaan, serta saling berhimpun di atas kebajikan.
Saling menjauhi hanya terjadi disebabkan setan dari kalangan jin dan manusia. Mereka melakukannya di antara muslimin dengan tujuan memecah-belah persatuan dan memporak-porandakan barisan. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk bersatu di atas al-Haq dan menjauhi sebab perpecahan.