Jika tidak ada ulama di tengah umat
Ulama di tengah umat adalah pelita. Pelita yang akan menerangi kegelapan. Sehingga manusia bisa meniti jalan keselamatan. Mereka bisa membedakan jalan keselamatan dari jalan kebinasaan. Jika ulama tidak ada, pelita itu pun sirna. Jalan menjadi gelap gulita. Tidak ada yang bisa membimbing ke jalan keselamatan.
Apa yang akan terjadi jika ulama tidak ada?
Di dalam sebuah hadits yang shahih Nabi menceritakan; bahwasannya dahulu sebelum masa Islam, ada seorang lelaki yang pernah membunuh 99 jiwa. Dia mencari seseorang yang bisa memberikan jawaban apakah taubatnya masih bisa diterima? Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan ini kecuali seorang ulama, namun masyarakat sekitar ketika itu mengantarkan dia kepada seorang ahli ibadah yang sangat semangat beribadah dan memiliki sifat wara’ serta zuhud, tapi dia orang yang tidak berilmu, sehingga urusannya menjadi kacau. Dimana dia mengatakan: “Tidak ada kata taubat bagimu.” Si pembunuh menjadi marah dan membunuh si ahli ibadah, sehingga lengkap dia membunuh 100 nyawa.
Kemudian si pembunuh mencari lagi orang yang bisa menjawab pertanyaannya, masyarakat pun mengantarkannya kepada seorang ulama. Si pembunuh mengatakan kalau dia telah membunuh 100 nyawa, apakah taubatnya bisa diterima? Sang ulama menjawab: “Bisa, memangnya siapa yang mampu menghalangi kamu untuk bertaubat kepada Allah?! Tapi, tempat tinggalmu adalah komunitas yang jelek, pergilah ke negeri itu. Disana orang-orangnya beribadah kepada Allah, ikutlah beribadah bersama mereka dan jangan kembali lagi ke negerimu.”
Si pembunuh pun bertaubat dan keluar menuju negeri yang baik, di perjalanan kematian menjemputnya. Malaikat rahmat dan malaikat azab berselisih memperebutkannya, Allah pun mengutus kepada mereka seorang malaikat yang berwujud manusia untuk memutuskan hukum di antara mereka, dia berkata: “Ukurlah jarak antara dua negeri tersebut.” Ternyata mereka dapati si pembunuh lebih dekat sejengkal ke negeri yang baik. Akhirnya dia diambil oleh malaikat rahmat.[1]
Dalam riwayat yang lain, ketika si pembunuh menghadapi sakartul maut, dia tidak mampu lagi melangkahkan kakinya. Maka dia berusaha merayap menggunakan dadanya untuk melanjutkan perjalanan ke negeri yang baik itu. Dia melakukannya karena tekad dan kejujurannya dalam bertaubat.[2]
Kebaikan yang diperolehnya disebabkan oleh seorang ulama dan fatwanya yang benar nan didasari ilmu. Tidakkah terbayangkan oleh anda jika si pembunuh tetap memegang fatwa si ahli ibadah yang tidak berilmu itu, sudah pasti dia akan terus membunuh manusia dan terus membunuh. Dan tidak menutup kemungkinan dia akan mati dalam keadaan tidak bertaubat disebabkan memegang fatwa yang salah.
Demikian pula kaum Nabi Nuh, tatkala mereka membuat patung orang shalih sepeninggal mereka. Kemudian patung-patung itu dipajang di majelis mereka. Ketika itu para ulama masih hidup, sehingga patung tersebut tidak disembah. Karena para ulama melarang beribadah selain kepada Allah.
Ketika para ulama meninggal dan ilmu hilang, setan datang dan menguasai orang-orang bodoh. Setan mengatakan: “Sesungguhnya nenek moyang kalian dahulu memajang patung-patung ini untuk meminta hujan darinya dan untuk disembah.”
Akhirnya mereka menyembahnya, dan terjadilah kesyirikan pertama di muka bumi. Semua itu disebabkan hilangnya ilmu dan wafatnya ulama.
Kondisi Umat Ketika Tidak Ada Ulama
Dalam hadits yang shahih, Nabi bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu dari para hamba dengan sekali cabut, tapi Allah mencabut ilmu dengan mematikan ulama. Sampai jika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, mereka pun ditanya (tentang sebuah masalah) dan memberikan jawaban tanpa didasari ilmu. Akibatnya mereka menjadi sesat dan menyesatkan.” (Dikeluarkan al-Bukhari (1/100/Hal.53) dan Muslim (6/Juz.16/Hal223-225/Nawawi)).
Apakah terbayang bagaimana kondisi umat ini jika kehilangan ulamanya!!?
Sesungguhnya orang-orang yang mencela ulama, mereka ingin agar umat kehilangan ulamanya. Hingga walaupun ulama masih hidup di muka bumi, namun jika kepercayaan kepada mereka telah sirna, sungguh sama saja mereka telah kehilangan mereka. Lahaula wala Quwwata Illa Billah, Tiada daya dan upaya melainkan hanya karena Allah.
[1] Al-Bukhari no.3283, Muslim no.2766, Ibnu Majah no.2626, Ahmad (3/20).
[2] Muslim no.2766.