Menghadapi Pandemi dengan Bimbingan Syar’i (Bahan Introspeksi Diri)

Tebar

Hikmah Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang sempurna telah menetapkan bagi umat manusia adanya ujian dan cobaan. Dengannya Allah ingin melihat siapa diantara hamba-Nya yang jujur dalam keimanannya dan siapa pula yang pengikraran iman hanya sebatas pemanis di lisan saja.  Allah Ta’ala berfirman,

الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)

Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. al-Ankabuut: 1-3)

Saudara-saudaraku, ketahuilah sebenarnya segala sesuatu yang telah Allah takdirkan dalam dunia yang fana ini hakikatnya untuk kebaikan dan kemaslahatan makhluk itu sendiri. Akan tetapi dikarenakan lemahnya iman dan dangkalnya ilmu, kerapkali manusia terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa apa yang menimpa mereka berupa bala’ dan bencana merupakan keburukan dan kejelekan. Bahkan tak jarang dari makhluk yang rendah dan hina serta bodoh ini berburuk sangka terhadap Dzat Yang Maha Penyayang.  Nastaghfirullah min dzunuubina…

Itulah hakikat watak manusia sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firman-Nya,

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16)

Adapun manusia apabila Rabb-nya mengujinya lalu dimuliakan dan diberi kesenangan, maka dia berkata, “Rabbku telah memuliakanku.” Adapun bila Rabb-nya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, “Rabb-ku menghinakanku.” (QS. al-Fajr: 15-16)

Begitu pula watak manusia ialah terbuai  dan lupa atas berbagai nikmat yang Allah berikan ketika di masa luang.  Dan berkeluh kesah ketika musibah, bala’, bencana menimpa mereka. Hal ini sebagai pembenaran kalam ilahi yang menyebutkan :

إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya.” (QS. al-‘Aadiyaat: 6)

قَالَ الْحَسَنُ. وَقَالَ: يَذْكُرُ الْمَصَائِبَ وَيَنْسَى النِّعَمَ.

Berkata al-Hasan al-Basri tentang ayat ini, “Selalu mengingat musibah dan melupakan nikmat.”[1]

Ketika mereka diberi dan dimanjakan dengan karunia yang Allah limpahkan, berbolak-balik di atas kenikmatan, siang dan malam Allah selimuti mereka dengan kasih sayang-Nya, mereka amat kikir dan pelit untuk mengeluarkan sedikit rizki yang Allah berikan. Namun ketika kesusahan datang menghimpit, berupa kefakiran, penyakit serta merta sikap buruk sangka, keluh dan kesah menyeruak dalam dada-dada mereka.

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (19) إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (20) وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (21)

 Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. (QS. al-Ma’arij: 19-21)

Saudara-saudaraku, ketahuilah ujian dan cobaan pasti dan pasti akan terjadi. Tinggal kitanya yang bagaimana menyikapi musibah ini. Apakah kita termasuk orang-orang yang jujur dalam memegang tali keimanan atau jangan-jangan kita termasuk orang yang dusta. Kita berlindung kepada Allah dari hal itu.

Menilik dari musibah yang menimpa umat manusia saat ini, jika kita merenungi sangat banyak hikmah, faidah dan manfaat yang tersembunyi di balik selimut musibah ini. Namun ada orang-orang yang Allah berikan taufiq untuk melihat dan merasakan manfaat dari wabah ini.  Begitu pula tidak dipungkiri ada juga orang-orang yang dihalangi untuk bisa objektif dan adil dalam menilai wabah ini. Sehingga buruk sangka, mengeluh dan mengeluh ibarat wirid harian pagi dan sore yang membasahi lisannya. Wallahul musta’an…

Memetik faidah di balik “selimut wabah corona’

Kurang lebih pada awal Maret tahun 2020, ketika berita wabah ‘corona’ merebak dan menghantui dunia dan tak luput pula Bumi Pertiwi ini. Pihak ma’had kami telah bersinergi, berjuang, dan menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi agar musuh bersama ‘covid-19’ tidak masuk menembus sampai benteng pertahanan ma’had kami. Rapat demi rapat ditempuh oleh asatidzah. Siang dan malam mereka bersimpuh menuangkan buah fikiran, peras otak dan banting tulang, bahkan tak jarang salah satu di antara mereka terkapar jatuh sakit…

Iya, mereka adalah pahlawan yang tangguh, berjuang untuk kemaslahatan bersama bukan untuk kepentingan mereka. Tak jarang rapat yang dilakukan tidak cukup hanya sekali dua kali. Bahkan bisa dikatakan mereka rapat dalam sehari bagaikan orang yang minum obat. Ya sebanyak tiga kali sehari bahkan lebih mereka rapat dan berjuang untuk kemaslahatan bersama.  Ya Allah balaslah perjuangan mereka dengan kebaikan yang berlipat-lipat. Amiin.

Diantara kebijakan yang dikeluarkan dari hasil rapat adalah pihak mahad memutuskan untuk melakukan program karantina selama 14 hari. Tentunya hal ini sebagai bentuk sambutan terhadap himbauan pemerintah dalam memutus mata rantai virus corona.  Meski di awal masa karantina tersebut terasa berat, walhamdulillah Allah bantu kami untuk bisa menjalani masa-masa tersebut dengan baik..

Tak terkecuali kami selaku para santri mahad ini, mendapat mandat dari mahad untuk menghandle koperasi mahad (maqshaf) melayani orderan warga ponpes kami. Kewalahan, sibuk, pontang-panting itulah warna-warni hari-hari kami di awal mula menjalankan taawun ini.

Banyak pelajaran, faedah dan manfaat yang kami rasakan dimasa pandemi ini yang tidak kami dapatkan sebelumnya ketika masa-masa normal. Di antaranya melatih kami menjadi orang-orang yang pandai dalam memenej waktu. Karena memang di sisi lain kami masih ada beberapa pelajaran dan murajaah hafalan-hafalan al-Qur’an, namun di sisi lain kami harus menggulirkan roda taawun ini. Mengatur waktu untuk istirahat, untuk belajar dan taawun.

Di anatara manfaatnya pula ialah melatih kami untuk bersabar dan menumbuhkan sikap berjiwa besar. Karena ketika melayani orderan yang begitu banyaknya, orderan datang satu persatu lewat pesan singkat (SMS) yang dikirimkan ke HP kami. Satu persatu ikhwan mengirimkan pesanannya lewat SMS dimulai dari jam 8 malam hingga jam 6 pagi. Setelah itu kami mencocokkan SMS tersebut dengan nama-nama pemesan kemudian disalin (tulis tangan) ke sebuah kertas agar mudah ketika proses pencarian barang nantinya. Setelah itu mulailah kami bergerak satu persatu mencari pesanan ikhwan tersebut. Terkadang waktu kami tersita banyak, mondar-mandir mencari barang pesanan. Karena di awal-awal masa taawun ini kami belum banyak mengetahui tata letak barang. Ketika selesai mencari barang-barang tersebut kami menuju kasir untuk mentransasksi pesanan-pesanan tersebut. Setelah semuanya selesai kami berhamburan berpencar guna mengantar barang yang sudah selesai. Namun apalah daya, kekurangan yang masih banyak pada diri-diri kami tak bisa untuk dimungkiri. Terkadang barang-barang pesanan tersebut bisa dikatakan tidak sesuai dengan yang dimaukan pemesan, meski pemesan tetap berterimakasih dan tersenyum lebar kepada kami, rasa bersalah dan kecewa tetaplah menggelayuti dada-dada kami.

Dari sini kami bisa mengambil pelajaran. Bahwa butuhnya kami terhadap evaluasi, rapat musyawarah guna membahas kendala-kendala yang kami hadapi, harapannya kinerja di kemudian hari bisa berjalan lebih baik.

Jam 2 siang, barulah kami merebahkan diri ke pembaringan guna mengusir lelah dan penat yang menggelayuti. Meski beban pikiran terus menghantui. Rasa bersalah dan tidak puas atas hasil yang kurang maksimal. Terlintas dalam benak dari kejadian ini, kami harus pandai-pandai mengukur sebuah masalah dan mengukur jumlah personil dalam melakukan sebuah pekerjaan.

Kami mulai berbenah. Melalui rapat-rapat yang dijalani sedikit banyak memberi perubahan yang cukup signifikan. Hal ini membuat kami sadar betul akan pentingnya musyawarah membahas kendala-kendala yang dihadapi.

Dalam musyawarah itu sendiri kami mendapatkan banyak faedah. Di antaranya melatih diri untuk menghargai pendapat, kemudian melatih diri untuk menyampaikan usulan dengan bahasa yang baik, tidak memaksakan kehendak, serta melatih diri untuk berjuang dalam mencapai tujuan bersama bukan untuk kepentingan pribadi.

Problem dan masalah tentu ada, inilah dunia. Tak ada gading yang tak retak. Tak ada manusia yang tiada memiliki cela. Di sela-sela kegiatan ta’awun kami, terkadang timbul kesalahfahaman sesama tim yang sedikit banyak membuat pincangnya jalan ta’awun ini. Sehingga dari sini pula kami mendapat pelajaran yang berharga yaitu tumbuhnya sikap saling mengalah, saling memahami, mengerti kondisi teman dan saling menasehati ketika terjadi kekeliruan. Karena memang manusia tempatnya salah dan dosa.

Berjalannya waktu walhamdulillah, tugas yang awalnya terasa berat, menguras tenaga, pikiran, kini mulai terasa ringan. Kebersamaan, kekompakan, saling melengkapi, menguatkan, mulai kami rasakan. Meski tentunya apa yang kami lakukan ini tak akan pernah lepas dari kekurangan dan kealpaan. Semua ini adalah taufiq dan pertolongan Allah semata kemudian bimbingan asatdizah kami yang benar-benar peduli kepada kami.

Manfaat yang kami dapatkan pula di sisi lain ialah melatih diri untuk bisa berbagi kepada sesama. Sebut saja Ahmad seorang teman kami yang melepas masa lajangnya dimasa pandemi ini. Semua teman-teman sepakat untuk memberikan apa yang telah kami kumpulkan dari sedikit lembaran rupiah untuk membantu jalannya proses walimahan teman kami ini. Semua teman-teman merasa senang, bahagia, meski tidak seberapa yang mereka berikan dari rupiah namun sedikit banyak bisa membantu dan meringankan beban saudara kami tersebut. Walhamdulillah.

Belum lagi dengan dua orang teman yang harus menutup kisah tholabul ilminya di ma’had kami karena kebutahan mereka yang mendesak. Kamipun memberikan sedikit bekal untuk mereka berdua, ya .. itung-itung sebagai tambahan uang transport. Salah satu dari keduanya menangis haru ketika ana menjulurkan tangan dan memberikan sebuah amplop kepadanya. Meski sedikit, hal ini sangat membekas dan bermakna di hati mereka. Mungkin karena mereka menilik perjuangan.. kebersamaan.. yang selama ini kami balut dalam bingkai ta’awun, kini harus disudahi dengan kepulangan mereka.

Apa yang kami sebutkan dari kisah ini tentunya menafikan semua tuduhan-tuduhan dusta yang tidak memiliki bukti terhadap pondok pesantren kami, mengatakan kami dipaksa, menderita, dll. Al hasil bisa kami simpulkan bahwa di masa pandemi ini kami menuai banyak hikmah, manfaat, faidah yang tidak kami dapatkan di masa-masa sebelum wabah ini.

Di antara pelajaran penting yang kami bisa dapatkan antara lain:

  • Melatih diri lebih disiplin.
  • Melatih diri untuk bisa koordinasi, musyawarah, evaluasi kendala-kendala yang dihadapi.
  • Menumbuhkan sikap saling mengalah, saling memahami, peka, peduli sesama tim.
  • Mengerti tentang pentingnya S.O.P dalam melakukan kegiatan / pekerjaan.
  • Melatih diri dalam mengukur sebuah masalah yang meliputi jenis pekerjaan, jumlah personil dll.
  • Melatih diri untuk menghidupkan amar ma’ruf nahi munkar.
  • Melatih diri untuk banyak menimbang, memikirkan maslahat dan mafsadat sebuah keputusan atau kebijakan.
  • Menumbuhkan sifat ikhlas, amanah, jujur dalam berbuat.
  • Memupuk kesabaran dan sikap berjiwa besar dalam menjalankan amanah.
  • Melatih diri dalam mengayomi teman tanpa melupakan sisi ketegasan jika dituntut.
  • Melatih diri dalam kepemimpinan, kedewasaan dll.

[1] Tafsir Al Qurtubiy

 

Ditulis oleh Abu Ubaidah Aiman al-Palembanji Kelas 4 Program Takhasus Ma’had Minhajul Atsar Jember

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.