Nasehat Persaudaraan (Bagian-1)

 

Oleh Syaikh Muh. Nashiruddin al-Albani rahimahullah

 

Segala puji hanya milik Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya dan meminta ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari segala kejelekan jiwa kami dan keburukan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang Allah beri hidayah, maka tidak akan ada yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang bisa memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwasannya tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

 “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar ketakwaan dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan berislam.”  (QS. Ali Imran: 102)

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

 “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari satu jiwa yang mana darinya Allah menciptakan pasangan untuknya kemudian menganak-pinakkan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kalian kepada Allah yang dengan menyebut nama-Nya kalian saling meminta dan sambunglah tali kekeluargaan.” (QS. An-Nisa: 1)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

 “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan berucaplah dengan ucapan yang baik, niscaya Dia akan memperbaiki amal perbuatan kalian serta mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa yang menaati Allah dan rasul-Nya, maka dia akan memperoleh kemenangan yang gemilang.” (QS. Al-Ahzab: 70-71)

 

Amma ba`du. Sesungguhnya ucapan yang terbaik adalah ucapan Allah. Petunjuk terbaik adalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, perkara terburuk adalah perkara yang diada-adakan. Semua yang diada-adakan adalah bid`ah, seluruh kebid`ahan adalah sesat dan seluruh kesesatan itu kembalinya ke neraka. Wa ba`du.

Telah kita ketahui bersama bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

«الدِّينُ النَّصِيحَةُ» قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: «لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ»

“Agama adalah nasehat.” Para sahabat bertanya, “Untuk siapakah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin serta kaum muslimin secara umum.” (HR. Muslim no. 95)

Saat ini kita, kaum muslimin adalah mayoritas manusia. Maka wajib bagi orang yang peduli untuk berusaha memberikan nasehat kepada mereka. Lebih khusus lagi kita salafiyyin yang mempunyai peran besar dari sekian banyaknya jumlah umat Islam. Mereka (salafiyiyn) bangga karena Allah Tabaraka wa Ta`ala telah memberikan keutamaan kepada mereka melebihi kaum muslimin yang lain, yaitu dengan memberikan kemudahan bagi mereka dalam memahami tauhid yang merupakan tonggak utama untuk menggapai keselamatan di akhirat dari adzab yang kekal.

 

Inilah Tauhid yang kita pelajari dan kita ketahui dengan baik, serta kita realisasikan sebagai bagian dari akidah kita. Namun ada satu hal yang membuatku sangat sedih, yaitu bahwa kita telah tertipu dari diri sendiri karena beranggapan telah memegang akidah ini beserta konsekuensinya yang telah kita ketahui, yaitu mengamalkan al-Kitab dan as-Sunnah serta tidak berhukum dengan selain Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita telah memegang prinsip ini yang wajib dipegang oleh setiap muslim, yaitu pemahaman yang benar tentang tauhid, mengamalkan dalil-dalil yang paten dari al-Kitab dan as-Sunnah dalam masalah fikih yang dalam perkara ini ada berbagai madzhab dan banyak jalan selama perjalanan masa yang panjang ini.

 

Namun ada satu hal, dan ini sering saya ulang-ulang dalam berbagai kesempatan, bahwa dunia Islam, termasuk Salafiyyin di dalamnya, mulai teralihkan dari sebuah perkara besar dalam agama Islam, yang kita menyakininya sebagai sebuah ideologi Islam yang global dan mencakup seluruh sendi kehidupan. Antara lain adalah menempuh jalan istiqomah. Mayoritas kita tidak memiliki perhatian besar pada salah satu sendi Islam ini, yaitu memperbaiki perilaku dan akhlak.

Di dalam kitab-kitab hadits yang shahih, kita bisa menemukan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ قَائِمِ اللَّيْلِ وَصَائِمِ النَّهَارِ

 “Sungguh dengan kebaikan akhlak, seorang bisa mencapai kedudukan orang yang mengerjakan shalat malam dan puasa di siang hari.” (HR. Abu Dawud 7/172)

 

Di dalam al-Quran yang mulia, kita bisa membaca bahwasanya bukan termasuk akhlak Islami jika kaum muslimin berselisih, terlebih lagi jika perselisihan ini terjadi di antara kita salafiyyin dalam urusan yang tidak mengharuskan adanya perselisihan dan pertentangan padanya.

Dalam hal ini kita bisa membaca firman Allah Tabaraka wa Ta`ala,

وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ

“Janganlah kalian saling berselisih sehingga kalian menjadi terpecah belah dan hilanglah kekuatan kalian.” (QS. Al-Anfal: 46)

 

Termasuk hal yang sangat disayangkan adalah kita mendengar, dan ini bukan hanya terjadi di negara Islam saja, yaitu kaum muslimin berpecah-belah menjadi banyak kelompok atau golongan. Bahkan perpecahan ini juga terjadi di kala mereka tengah bertempur melawan orang-orang kafir yang menghalalkan sebagian negara. Sebagaimana hal ini terjadi di tengah saudara-saudara kita di Afghanistan.

Kita semua tahu bahwa mereka tengah bertempur melawan orang-orang komunis sehingga sangat disayangkan karena mereka harus terpecah menjadi banyak kelompok. Tidak ada yang memicu hal ini kecuali karena mereka berpaling dari sebagian ajaran Islam, seperti mengarahkan umat untuk bersatu dan membuang jauh perseteruan dan perselisihan.

Ayat yang telah kita baca sangat jelas menyatakan, “Janganlah kalian saling berselisih sehingga kalian menjadi terpecah belah dan hilanglah kekuatan kalian.”

 

Saya katakan bahwa perselisihan dan pertentangan ini tidaklah terjadi di negeri yang jauh dari kita sekarang ini. Bahkan hal ini terjadi di antara kita sendiri, di antara salafiyyin. Padahal kita yakin bahwa kita adalah orang-orang yang berpegang erat dengan al-Kitab dan as-Sunnah yang shahih. Kita tidak mungkin mengingkari karunia Allah Tabaraka wa Ta`ala ini, yaitu hidayah yang mengantarkan kita untuk bertauhid dan mengamalkan bimbingan yang terdapat di dalam al-Kitab dan as-Sunnah.

Namun, bukankah termasuk sifat orang yang teguh di atas al-Kitab dan as-Sunnah adalah kita tidak saling hasad dan tidak pula saling membenci? Bahkan hendaknya kita senantiasa bersaudara sebagaimana yang telah Allah ‘Azza wa Jalla perintahkan di dalam kitab-Nya dan juga sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan di dalam sunnah beliau?

 

Ya, inilah yang telah kita ketahui bersama sebagai ilmu, akan tetapi belum menerapkannya dalam bentuk amalan. Semoga kita bisa merealisasikannya dan berupaya dengan segera.

Dan yang sangat disayangkan, bahwa di sana telah terjadi perpecahan dan perselisihan yang disebabkan satu hal yang sangat sepele. Oleh karena itu, kita harus memancang sebuah slogan ini di pelupuk mata kita yang dikenal sekarang ini dengan istilah ‘Toleransi Agama’ namun harus tetap dalam batasan yang diridhai oleh Islam.

 

Toleransi agama ini kadang mengantarkan kepada hal-hal yang tidak ditolerir oleh Islam, namun di sini kita menginginkan persaudaraan dalam artian yang benar. Gambarannya adalah jika kita mendapati seorang yang bukan salafi, terlebih jika dia seorang salafi, memiliki sebuah wacana ataupun ijtihad pribadi atau bahkan jika kita mendapatinya terjatuh dalam sebuah kesalahan dalam tindakannya, maka hendaknya kita jangan langsung mencercanya dan jangan memutus hubungan dengannya, namun yang wajib kita lakukan adalah hendaknya kita menempuh cara menasehati dahulu.

 

Sebagaimana kita memulai pertemuan ini dengan hadits “Agama adalah nasehat, agama adalah nasehat…” Jika kita telah menasehatinya kemudian dia meresponnya dengan baik, maka itulah yang kita maukan. Tetapi jika dia tidak mau menanggapinya, maka kita tidak punya cara lain, tidak boleh bagi kita untuk kemudian ‘membelakanginya’ ataupun memutus hubungan denganya bahkan harusnya kita terus mengiringi jalannya dengan sesekali memberikan nasehat untuknya, dari waktu ke waktu, hingga dia bisa meneguhkan langkahnya pada jalan yang tepat.

Kita bisa memperhatikan kebanyakan majlis-majlis khusus kita terlebih majlis-majlis yang lainnya, adanya dua orang yang tengah bertentangan dalam sebuah permasalahan yang mana masing-masingnya ingin menjatuhkan saudaranya dengan ucapannya. Maka hal ini tidak bisa lepas dari dua kemungkinan, yaitu dia yang benar ataukah dia yang salah. Sebagaimana itulah yang menjadi kemestian jika kita membahas sesuatu agar bisa menyampaikan kita kepada hakekat yang selaras dengan yang Allah Tabaraka wa Ta`ala perintahkan, bukannya untuk menampakkan bahwa “Akulah yang benar dan dialah yang salah”.

 

Oleh karena itu, pada kesempatan ini hendaknya kita mencoba mengingat sebagian ayat-ayat dan hadits-hadits yang shahih yang sepertinya ini semua tidak asing lagi bagi kita, namun mungkin kita belum bisa menerapkan dan mengamalkannya. (bersambung-Insyaallah)

 

= = = =

Ikuti bagian kedua dari nasehat persaudaraan:

 

Nasehat Persaudaraan (Bagian 3-terakhir)

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.