Pembahasan Seputar Asmaul-Husna (Bag. 2)

Metode Ulama Salafus Shalih Memahami Akidah

Ketahuilah, bahwasanya metode para ulama salaf rahimahumullah tentang akidah adalah menerima semua yang shahih dari al-Qur’an dan sunnah. Terkumpul pada diri mereka ilmu, akidah, dan amalan.

Para ulama salaf berpegang teguh dengan al-Qur’an dan sunnah yang shahih tanpa membedakan antara hadits mutawatir (yang meriwayatkannya banyak) dan hadits ahad (orang yang meriwayatkannya terhitung). Setiap hadits yang shahih, maka wajib untuk berpegang teguh dengannya.

Kitab-kitab mereka telah membuktikannya, tidak tersamarkan bagi yang mempelajari kitab mereka. Maka berpegang teguhlah dengan metode mereka dalam memahami akidah dan tinggalkanlah selainnya.

Adapun selain metode ulama salaf, dari kalangan pelaku kebid’ahan, maka mereka menyelisihi metodenya ulama salaf.

Karena para pelaku kebid’ahan, mereka lebih mengutamakan akal dan hawa nafsu dalam memahami agama. Setiap yang mencocoki akal dan hawa nafsunya, mereka akan menerimanya meski menyelisihi apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Di antara contohnya adalah kisah ‘Amr bin Ubaid salah satu tokoh Mu’tazilah. Tatkala dia mendengar hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:

Telah mengabarkan kepadaku orang yang jujur lagi terpercaya (yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam):

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٍّ أَوْ سَعِيدٍ

“Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari sebagai air mani. Kemudian menjadi segumpal darah selama 40 hari. Kemudian menjadi segumpal daging selama 40 hari.

Kemudian diutus malaikat untuk meniup ruh padanya dan diperintahkan dengan empat perkara: mencatat rezekinya, ajalnya, amalannya, sengsara atau bahagia.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Kemudian ‘Amr bin Ubaid mengatakan: “Seandainya aku mendengar al-A’masy mengatakannya, akan aku dustakan. Seandainya aku mendengar Zaid bin Wahb mengatakannya, aku tidak memperdulikannya.

Seandainya aku mendengar Abdullah bin Mas’ud mengatakannya, aku tidak akan menerimanya. Seandainya aku mendengar Rasulullah mengatakannya, niscaya akan aku tolak.

Seandainya aku mendengar Allah Ta’ala mengatakannya, niscaya aku akan berkata kepada-Nya: “Tidak seperti ini Engkau mengambil perjanjian kepada kami!”

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini termasuk sejelek-jelek kekafiran. Semoga Allah melaknatnya jika dia mengatakannya.

Karena Allah telah didustakan, maka atas orang yang mendustakan mendapat hukuman yang sesuai.” (al-Bidayah wa an-Nihayah 79/10)

Kami memohon kepada Allah ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat, dan mematikan kami termasuk dari kaum muslimin. AA/ALF

(Sumber: Ta’liq Syarh Aqidah Wasitiyah Syaikh Yasin al-Adny rahimahullah)

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.