PERMISALAN SYIRIK DALAM AL-QUR’AN
Di dalam al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala telah menjelaskan jeleknya kesyirikan dengan berbagai cara dan metode penjelasan. Salah satu metode tersebut adalah memberikan gambaran permisalan yang sangat jelas tentang buruknya kesyirikan dan orang-orang yang berbuat syirik.
Begitu banyak permisalan yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan di dalam al-Qur’an, bahkan permisalan tersebut dijadikan sebagai tanda kealiman seseorang tatkala mampu memahaminya serta mengamalkannya. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ (43)
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (al-Ankabut: 43)
Pembaca yang dimuliakan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Satu pembahasan yang akan kita singgung pada tulisan yang ringkas ini (insya Allah akan terus berlanjut), ialah sebuah permisalan yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan dalam ayat-Nya yang menggambarkan kondisi seorang muwahhid (orang yang mengesakan Allah dalam segala halnya) dengan seorang musyrik (orang yang menyekutukan Allah). Allah subhanahu wata’ala berfirman,
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا رَجُلًا فِيهِ شُرَكَاءُ مُتَشَاكِسُونَ وَرَجُلًا سَلَمًا لِرَجُلٍ هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (29)
“Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (az-Zumar: 29)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wata’ala menyatakan bahwasanya seorang musyrik memiliki sesembahan yang bermacam-macam. Mereka menyembah berhala yang banyak dan tidak pernah tahu mana di antara para sesembahannya itu yang meridhainya.
Lantas Allah perumpamakan ia dengan seorang budak yang memiliki tuan yang banyak. Setiap tuanya menginginkan budak tersebut sesuai dengan kehendaknya, sedangkan setiap tuanya itu memiliki keinginan yang berbeda satu sama lainnya.
Akibatnya, budak yang miskin ini dalam keadaan bingung, ia tidak tahu kepada siapakah ia harus mencari ridha.
Adapun Ahlut Tauhid, maka Allah permisalkan mereka dengan seorang budak yang memiliki satu tuan saja. Budak ini tahu betul apa yang diinginkan dan disukai oleh sang tuan. Maka ia berada dalam keadaan yang tenang bersama sang tuan. Tidak ada percekcokan, pertikaian, dan tidak ada rasa letih untuk memenuhi keinginan tuannya tersebut. Karena sejatinya ia hanya dimiliki oleh seorang tuan saja.
Begitulah seorang muwahhid, ia adalah hamba Allah semata. Ia berbuat ketaatan untuk meraih ridha-Nya dan menjauhi kemaksiatan karena takut akan murka-Nya.
Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala berfirman,
هَلْ يَسْتَوِيَانِ مَثَلًا
“Apakah sama kedua permisalan tersebut?”
Yakni antara seorang yang mencari ridha dari satu orang tuan saja dengan seorang yang mencari ridha dari tuan yang banyak? Sungguh tidaklah sama orang yang pertama (muwahhid) dan orang yang kedua (musyrik).
(Ahmad Izzudien)