Pilihlah waktumu untuk ilmu

 

Oleh Abdullah Ikhwan al-Atsari Jogja 1A Takhasus

 

Konsisten dalam menuntut ilmu sangat diperlukan, oleh karena itu pilihlah waktu terbaik untuk menuntut ilmu. Hindari menuntut ilmu di waktu-waktu letih, ketika akal lelah, dan pemahaman melemah. Namun apabila engkau memilih waktu-waktu tersebut untuk mempelajari ilmu, berarti engkau tidak menginginkan kebaikan untuk dirimu.

 

Pilihlah waktu terbaik untuk ilmu

Curahkanlah waktu terbaikmu untuk ilmu, waktu di mana akal pikiranmu masih jernih, kuat, dan fresh. Namun ini harus diiringi dengan faktor lain, yaitu menjadi orang yang gemar dengan ilmu siang dan malam. Di pagi hari ia menyibukkan dirinya dengan ilmu, begitu pula di sore hari keinginannya hanyalah ilmu. Ketika ia hendak tidur kitabnya pun menemaninya, seringkali ia butuh kepada kitab untuk menyelesaikan problematikanya.

Ada sebuah ungkapan: “Jika engkau melihat kitab-kitab seorang penuntut ilmu tertata rapi, ketahuilah bahwa ia telah meninggalkannya.”

“Jika engkau mendatangi dan masuk perpustakaan seorang secara tiba-tiba, kemudian engkau mendapati bukunya tersusun rapi, setiap buku pada tempatnya. Ini bertanda bahwa ia tidak menelaahnya, tidak ada buku di lantai, tidak pula di sisinya.”

Jika ia memiliki meja dan tidak didapati buku di atasnya, hal ini mengharuskan dia memanfaatkan waktu yang biasa digunakan membaca oleh sebagian orang berpendidikan dan memiliki kesibukan.

 

Pembagian waktu

Penuntut ilmu harus memiliki waktu untuk membaca, karena seluruh waktunya dimanfaatkan untuk ilmu. Masa mudanya adalah masa yang paling berhaga dari umurnya, masa yang ia bisa memperoleh apa yang ia inginkan. Hendaknya ia jadikan ilmu sebagai kegemarannya, dari sini waktu terbagi menjadi:

  1. Waktu-waktu emas: ketika pikirannya masih kuat. Waktu ini digunakan untuk bidang- bidang ilmu yang membutuhkan kerja otak, sepeti fikih, ilmu ushul, dan semisalnya.
  2. Waktu-waktu normal: waktu ini digunakan untuk bidang-bidang ilmu yang tidak membutuhkan pikiran yang kuat, seperti tafsir, hadits, mushtholah, dan semisalnya.
  3. Waktu- waktu tatkala pemahamannya lemah: waktu ini digunakan untuk membaca buku adab biografi para ulama, perjalanan hidup mereka, sejarah ,dan buku-buku yang semisalnya dari pengetahuan umum.

Penuntut ilmu selalu tersibukkan di manapun ia berada. Ia pasti sibuk dengan ilmunya, rekreasi dan persahabatan tidaklah menghibur dia dan memalingkannya dari menuntut ilmu.

 

Hati-hati dari perkara sia-sia

Kita dapati bahwa di antara celaan terbesar yang tertuju pada sebagian orang yang mengaku penuntut ilmu adalah ia melewati waktu yang panjang untuk bercengkrama, menukil perkataan ini dan itu, serta bercerita yang tidak berkaitan dengan ilmu.

Orang seperti ini bukanlah penuntut Ilmu, bahkan ia disebut dengan sebutan yang lain sesuai dengan kesibukannya. Adapun penuntut ilmu pasti ia sibuk dengan ilmu. Hiburannya, kecondongannya, dan kesenangannya terpusatkan dengan ilmu.

Majlis yang disebutkan padanya permasalahan-permasalahan ilmu, penjelasan tentang ilmu, dan penjabaran wahyu yang Allah turunkan di al-Quran maupun hadits Rasulullah shallallhu ’alahi wa sallam. Ini adalah tempat kesenangan hati dan kelapangan jiwa.

 

Karakteristik pembawa ilmu

Seorang penuntut ilmu harus memiliki perangai yang terkarakteristik pada dirinya, di antaranya adalah senantiasa bersama dengan ilmu. Dia tidak memberikan sebagian waktunya untuk ilmu, namun ia mencurahkan seluruh waktunya atau mengorbankan sebagian besar masa mudanya untuk ilmu. Itulah waktu di mana ia memperoleh ilmu padanya.

Sebagian pendahulu kita berkata: ”Korbankanlah seluruh yang kau miliki untuk ilmu, niscaya dia akan memberikan kepadamu sebagiannya.” Karena ilmu itu sangat luas, permasalahan-permasalahannya sangat banyak. Oleh karena itu, sebagian ulama hadits menyampaikan sebuah hadits sementara ia berbaring menjelang wafatnya. Kemudian ia berkata kepada juru tulisnya: ”Tulislah…! Ini adalah ilmu yang engkau peroleh saat ini.”

Inilah yang menunjukkan keikhlasan dan mutaba’ahnya, hatinya gemar dengan ilmu. Tatkala Imam Ahmad tertimpa sebuah penyakit yang menyebabkan beliau wafat, belia merintih, kemudian sebagian murid-murid beliau menjenguknya. Lalu menyampaikan hadits kepada beliau dengan sanadnya bahwa Muhammad bin Sirin meriwayatkan ucapan Anas bin Malik: “Dahulu beliau membenci rintihan.” Kemudian tidaklah terdengar suara rintihan sedikitpun dari Imam Ahmad sampai beliau wafat.

Pribadi seperti inilah yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu dan pembawa ilmu, dengan sebab ini Allah Ta’ala akan menjadikan penuntut ilmu memperoleh ilmu yang bermanfaat di kemudian hari insyaAllah.

 

Tidak zuhud terhadap ilmu

Penuntut ilmu pada siang dan malam, dia ingin selalu bersama ilmu supaya ia mendapat faidah. Ia tidak merendahkan sebuah faedahpun yang dibawa oleh pemuda maupun orang tua.

Sebagian dari penuntut ilmu didatangi oleh orang yang lebih muda darinya dengan membawa faedah, namun ia sombong atau tidak mendengarkan dengan seksama. Sebabnya adalah karena ia lebih memuliakan dirinya daripada ilmu. Jika ia lebih meninggikan dirinya daripada ilmu, maka ia tidak akan memperoleh ilmu. Karena terkadang sebuah ilmu dimiliki oleh yang muda, sementara yang tua tidak memilikinya. Sebagian ilmu dipahami oleh orang yang lebih muda dan terluputkan dari yang tua, jika ia mendengarkan penjelasannya, maka akan mendapat faedah.

Sebagian ulama menyebutkan permisalan yang jelas, yaitu kisah Nabi Sulaiman ‘alahis salam bersama burung Hudhud, secara pangkat dan fisik. Burung Hudhud lebih rendah daripada Nabi Sulaiman ‘alahis salam yang begitu mulia di hadapan Allah ta’ala dan para makhluk. Burung Hudhud berkata kepadanya: ”Aku telah mengetahui perkara yang belum engkau ketahui. Aku datang kepadamu dari negeri Saba’ membawa sebuah berita yan benar.”

Burung Hudhud mengetahuinya, namun Nabi Sulaiman ‘alahis salam tidak mengetahuinya. Dari sini para ulama mengambil faedah tentang kewajiban menjauhi sombong terhadap orang yang datang dengan membawa faidah, anak kecil maupun dewasa. Maka curahkanlah pendengaranmu, kerena sikap tersebut akan membuka pintu kebaikan.

 

Metode menuntut ilmu

Sekarang kita datangkan sebuah permasalahan yang penting, yaitu bagaimana cara memperlakukan ilmu dengan baik? Bagaimanakah menunutut ilmu dengan bertahap atau bagaimana metode dalam menuntut ilmu?

Jawabannya adalah bahwasannya ilmu syar’i itu beragam dan berjenis. Di antaranya ada yang sebagai tujuan utama, ada pula yang bersifat penunjang yang terkadang di sebut dengan ilmu alat, sebagiannya menamakannya dengan ilmu perindustrian.

Ilmu pokok yaitu al-Quran dan sunnah berupa ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fikih, kemudian ilmu tajwid. Kita mengambil ilmu-ilmu dari al-Quran dan sunnah disebabkan kedudukannya yang agung, juga dikarenakan ilmu-ilmu ini didapatkan serta dipahami dari al-Quran dan sunnah.

Ringkasnya adalah para penuntut ilmu memiliki ilmu-ilmu pokok sebagai tujuan utama, seperti ilmu tafsir, tauhid, hadits, dan fikih.

Adapun ilmu penunjang adalah ilmu al-Quran, ilmu mustholah hadits, ushul fikih, nahwu, dan ilmu-ilmu bahasa. Begitu pula dinamakan ilmu penghibur seperti kisah-kisah, biografi, sejarah, dan semisalnya.

 

Penutup

Mudah-mudahan pembahasan ini bermanfaat dan memudahkan kita untuk memperoleh ilmu-ilmu yag mulia. Semoga Allah memberikan kami ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima. Semoga Allah melindungi kami dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak merasa puas, dan do’a yang tidak dikabulkan. Amin

 

Mungkin Anda juga menyukai

1 Respon

  1. Abu abdillah berkata:

    Aamiin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.