Santri di 10 hari terakhir bulan Ramadhan

pendaftaran santri

 

Oleh Hanif Buthon Takhasus

 

Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan merupakan malam-malam yang sangat dinanti dan ditunggu oleh para pencari keutamaan dari Allah Ta’ala. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Para salaf sangat antusias dan penuh perhatian dalam menghidupkan malam-malam terakhir bulan Ramadhan. Mereka berusaha mencari kondisi terbaik, bahkan sebagiannya mandi pada tiap malam di sepuluh terakhir bulan ini.

 

Suasana masjid Ma’had di sepuluh malam terakhir Ramadhan

Demikian pula di Ma’had Minhajul Atsar Jember, para santri antusias dalam menyambut 10 malam terakhir. Terlihat jam dinding masjid telah menunujukkan pukul 01.40 WIB, yang berarti sudah cukup larut malam. Biasanya pondok telah terlihat sepi karena sudah waktunya istirahat.

Namun, mulai malam yang terhitung ke-21 bulan Ramadhan, masjid Ali bin Abi Thalib masih terlihat banyak santri yang berdatangan dan memenuhi tiap sisi masjid. Masing-masing membawa mushaf al-Qur’an untuk tilawah / murojaah. Ada juga yang membawa buku bacaan sebagai selingan disela-sela tilawah. Ada juga dari mereka yang membawa minuman, baik dengan botol ataupun gelas agar tenggorokan tidak serak ketika membaca al-Qur’an.

 

Suara lantunan ayat suci al-Qur’an bergemuruh memenuhi ruangan masjid. Mereka melawan kantuk dan dinginnya angin malam untuk mendapatkan yang lebih baik di sisi Allah  Subhanahu Wa Ta’ala.

 

Peran tim ifthor dalam menambah semangat para mujahidin

Tim ifthor Ramadhan 1442 H tidak mau ketinggalan dalam beramal. Melalui bimbingan dari tim kantor Takhasus, mereka menyiapakan sekardus kurma dan setermos besar kopi beserta gelas-gelasnya. Hidangan yang diperuntukkan untuk para mujahidin ini bertujuan agar mereka bertambah semangat dan dapat menghilangkan kantuk.

Para santri satu-persatu berdatangan bergabung dengan mujahidin lain hingga waktu pun tidak terasa telah menunjukkan pukul 03.00 WIB. Rasanya badan perlu diberikan haknya untuk istirahat. Sebagian kami beranjak mengembalikan gelas pada tempatnya.

 

Ternyata di samping tiang tempat diletakkannya termos, ada nampan yang isinya agak samar, setelah didekati ternyata itu adalah gorengan kurma. Kata salah seorang teman, itu adalah hasil masakan santri tahfizh. Namun yang benar adalah masakan tim kantor yang memanfaatkan stok kurma.

Karena penasaran, kami pun mencicipinya. Nyam…nyamm…dan rasanya mirip pisang goreng. “Kayak pisang goreng yah.” Kata teman yang juga ikut mencicipi. “Iya, kayak pisang goreng,” kami tersenyum.

 

Karena sebagian santri daya tubuhnya sudah lowbatt, dia segera bergegas ke sakan (kamar) untuk istirahat. Suara gemuruh lantunan al-Qur’an sedikit demi sedikit berlalu. Para santri masing-masing kembali ke sakannya untuk istirahat sejenak kemudian bersiap-siap untuk menyantap hidangan sahur.

 

Nikmatnya di pondok saat bulan Ramadhan

Ini adalah kenikmatan tersendiri bagi kami, para santri yang belum pulang ke rumah. Kami masih merasakan manisnya Ramadhan di pondok bersama kawan-kawan dan saling berlomba dalam beramal.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَاناً وَاحْتِسَاباً، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang menegakkan (malam) Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

 

Semoga Allah  memberi keistiqomahan kepada kita semua. Bukan hanya pada bulan ini saja, tetapi di sepanjang hidup kita hingga ajal menjemput. Amin

 

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.