Semarak Ujian Hifzhul Qur’an

 

Tampak beberapa hari yang lalu, ke sana kemari al-Qur’an selalu berada dalam genggaman mereka. Ya, itulah kondisi santri tahfizh yang sedang menyiapkan ujian al-Qur’an terakhir di semester ganjil tahun ajaran 1441-1442 H. Mereka terlihat sangat serius dalam menyambut ujian al-Qur’an kali ini, harapan besar mereka adalah mendapatkan predikat mumtaz (istimewa), tak ingin nilainya maqbul (cukup) apalagi rosib (gagal).

Mereka sangat terlihat fokus, sungguh-sungguh, dan tidak putus asa. Seakan-akan dalam kamus kehidupan mereka tidak ada kata futur, malas, dan jenuh. Seakan-akan mereka lupa kalau ada kangen yang membuat  galau. Seakan-akan mereka lupa kalau ada rindu yang membuat mereka merasa bosan di pondok. Padahal jika dihitung-hitung, sudah 9 bulan mereka selalu tinggal di dalam pondok yang pemandangannya itu-itu saja.

Tak terasa, dengan izin Allah si detik jam mampu menggulirkan waktu dengan cepat. Hari ujian yang ‘tidak diharapkan’ kedatangannya hadir jua. Jam 3 dini hari bel dipencet. Santri-santri tahfizh bangun dari pembaringannya, mereka segera persiapan tak sabar ingin melihat nama-nama musammi’ (penguji) dari ‘ami-ami’ takhassus yang akan menyimak mereka.

Setelah shalat shubuh pada hari Senin tanggal 24 Desember tahun 2020 M, MC ujian maju ke tempat imam mengumumkan bahwa ujian akan segera dimulai, dilaksanakan di masjid seperti biasanya. Tak  lupa, sang MC mengingatkan protokol kesehatan seperti: menggunakan masker dan jaga jarak selama ujian berlangsung.

Selama ujian berlangsung, ada ustadz pengawas yang slalu berupaya agar ujian berlangsung dengan lancar, mulai dari mendata musammi’ yang berhalangan hadir, sampai rela mondar-mandir ke sana sini mencari musammi’ (penguji) cadangan. Di tengah-tengah pengawasannya tersebut,  terkadang terlihat di sana ada beberapa santri yang melepas maskernya. Akhirnya sang ustadzpun menegur agar maskernya digunakan kembali.

Ujian kali ini berbeda dengan ujian sebelum-sebelumnya. Sekarang di masa pandemi ini, semua santri diwajibkan untuk selalu memakai maskernya.  Tak terkecualikan, sampai-sampai setoran al-Qur’an pun harus menggunakan masker. Jadi maklum kalau ada yang melepas maskernya karena rasa pengap, panas, kurang nyaman, tapi sang ustadzpun tak bosan-bosan menegurnya. Akhirnya anak itupun menggunakannya kembali.

Setelah 45 menit berlalu, sang MC mengumumkan bahwa waktu ujian sesi pertama berakhir. Pada pengumuman kali ini, para musammi’ dingatkan agar tak lupa untuk menulis surat yang telah dibaca, menotal kesalahan yang didapat pada sesi ini, dan memberi tanda tangan beserta nama penguji. Kemudian mengumpulkannya di tempat yang sudah ditentukan.

Waktu istirahat digunakan untuk sarapan dan MCK. Sudah menjadi kebiasaan Mahad Minhajul Atsar, kalau ada ujian tahfizh, menu sarapan pagi sangat spesial. Sarapan ujian kali ini bermenukan opor ayam, ditemani krupuk udang.

Jam menunjukkan 07.45 WIB, “Kriing….kriiiing….kriiiing….” Suara bel berdering nyaring, di masjid terdengar suara MC yang mengumumkan bahwa sesi ke dua akan segera dimulai, lagi-lagi sang MC mengingatkan tentang protokol kesehatan, seperti jaga jarak, memakai masker dan yang lainya.

Santri-santri tahfizh tampak sudah memenuhi masjid lebih awal menempati tempat duduk yang sudah di tentukan. Di sela-sela menunggu kedatangan musammi’, mereka gunakan untuk menyiapkan hafalan yang akan mereka setorkan sesaat lagi. Ujian sesi kedua ini berlangsung lebih lama dibandingkan sesi yang pertama.

Di penghujung waktu sesi kedua, panitia ujian menunjuk beberapa santri yang sudah selesai ujiannya untuk membagikan snack kepada musammi’ beserta yang di tasmi’. Snack berupa bakpia jumbo produk salah satu ikhwah yang tinggal di kavlingan mahad.

Waktu ujian sesi kedua berakhir pada jam 09.00 WIB, ditandai dengan pengumuman dari MC ujian. Para musammi’ segera malakukan seperti apa yang  dilakukan pada sesi pertama, dan mengumpulkan buku ujian di kotak yang telah disediakan. Kemudian para musammi’ dan santri-santri tahfizh menikmati kopi susu yang sudah dihidangkan dengan bakpia jumbo tadi.

Waktu istirahat yang diberikan panitia hanya 30 menit. Setelah menikmati kopi susu dan kue, sang MC melaksanakan tugasnya dan mengingatkan bahwa waktu istirahat sudah selesai. Sesi ketiga dimulai, santri-santri tahfizh duduk di tempatnya semula. Seperti biasa, saat musammi’ belum datang mereka gunakan untuk murajaah sejenak. Sesi ketiga berlangsung selama 1 jam, setelah sesi tiga berakhir, musammi’ kembali ke sakannya masing-masing sambil membawa sebutir buah apel yang di bagikan panitia pada sesi kali ini.

Demikian acara ujian al-Quran diselenggarakan dengan rapi dan teratur,  sesi selanjutnya dilaksanakan setelah shalat ashr. Konsumsi pada sesi ini dilengkapi dengan susu kedelai murni buatan ikhwan yang tinggal di kavlingan pondok. Sesi keempat ini berlangsung selama satu jam. Kemudian sesi terakhir dilaksanakan setelah shalat isya’, durasi sesi kelima ini sama dengan sesi sebelumnya, dan dilengkapi dengan konsumsi snack ringan dan juga susu krimer hangat.

Alhamdulillah, hari pertama ujian berlangsung dengan lancar. Kemudian  ujian dilanjutkan pada keesokan harinya. Dengan metode yang sama sepeti hari sebelumnya. Ujian al-Quran terus berjalan hingga berakhir pada Rabu malam.

Suasana Masjid Ali bin Abi Thalib hari-hari itu tampak syahdu, suara gemuruh lantunan ayat-ayat suci al-Quran menggema di dalam masjid milik Mahad Minhajul Atsar itu. Ya, hati ini terenyuh melihat fenomena itu. Anak-anak seusia mereka diberi taufik sehingga bisa membaca al-Quran, bahkan mampu menghafalnya.

Tingkat kemampuan hafalan satu anak dengan yang lainnya berbeda-beda. Ada yang sudah menaklukkan 30 juz, ada yang baru sepertiganya, dan ada yang hampir selesai. Rasa ghibthah dalam hati betul-betul merasuki saat mendengar ada yang selesai menghafalkan 30 juz, dan rasa ghibthah itu bertambah saat mengetahui kualitas hafalannya sangat bagus dan baik.

Tibalah hari kamis, hari yang memang digunakan untuk melepas beban setelah ujian. Semangat, gembira, dan keceriaan merekah di wajah-wajah santri tahfizh.  Lapangan sepak bola begitu ramai. Seakan-akan mereka ingin membayar kepenatan yang telah mereka lalui di hari-hari ujian, dengan bermain bola, ping-pong, bulu tangkis, sampai masak-masak kue. Ini mereka lakukan dari bakda shubuh sampai menjelang zuhur.

Dan sekarang mereka sedang menyiapkan ujian tulis akhir semester. Jika kemarin mereka selalu menggenggam al-Quran, di bawa ke sana kemari,  sekarang mereka membawa buku-buku pelajaran. Di sela-sela menunggu shalat, waktu istirahat, dan waktu-waktu yang lainnya, buku pelajaran itu dibuka, dibaca, dipahami dan dihafalkan.

Ya, walaupun mereka kangen dengan orang tua, adik-adik, dan saudara-saudara, mereka masih mampu meredamnya dengan kesabaran. Mereka masih bisa mengobati rasa kangen dan rindu melalui telepon.  Tidak ada dari mereka yang tampak gelisah, dan cemas. Mereka lalui hari-hari itu dengan tenang. Mereka jadikan ini semua sebagai tantangan, bukan sebagai beban.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.