Sikap Ahlussunnah Terhadap Pemerintah Muslim

Ketika urusan manusia tidak bisa ditegakkan kecuali dengan adanya seorang pemimpin, maka Allah subhanahu wata’ala mensyariatkan adanya seorang pemimpin/pemerintah bagi kaum muslimin, yang dengannya Allah subhanahu wata’ala menjaga agama, kehormatan, harta-benda dan persatuan kaum muslimin.
Dan ketika syariat yang mulia ini tidak dapat terealisasi kecuali dengan mendengar dan patuh kepada sang pemimpin, Allah subhanahu wata’ala pun, sebagaimana tertera dalam al-Qur’an atau melalui lisan Rasul-Nya shallallahu alaihi waallam, mewajibkan atas kaum muslimin untuk patuh kepada Wulatil Amri (pemerintah), mendengar dan taat kepada mereka dalam selain kemaksiatan terhadap Allah subhanahu wata’ala, baik pemimpin tersebut seorang yang terpuji atau durjana. Allah subhanahu wata’ala juga mewajibkan jihad bersama mereka serta shalat di belakang mereka.
Allah subhanahu wata’ala melarang umat islam untuk melakukan pemberontakan atas pemerintahnya, kecuali jika nampak jelas dari mereka suatu kekufuran yang sangat nyata, maka dengannya kita memiliki hujjah di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
Meninggalkan hal tersebut (mendengar dan taat) akan mengakibatkan kerusakan bagi masyarakat dan negerinya. Sungguh Allah subhanahu wata’ala maha tahu akan hal itu.
Oleh karena itu dikatakan bahwa “60 tahun bersama pemerintah yang jahat, lebih baik dari pada satu malam tanpa pemerintah”.
Diterjemahkan dari kitab Sallus Suyuf Wal Asinnah Ala Ahlil Hawa Wa Ad’iyais Sunnah karya Syaikh Abdullah bin Salfiq hafizhahullah