Tak Berhenti untuk Bersyukur

Oleh Abu Ahnaf Najib Purwakarta 3 Tahfizh

 

Pembaca rahimakumullah..

Wabah Corona, adalah sebuah wabah berbahaya bagi penduduk muka bumi.

Sebuah wabah yang menyerang siapa saja. Pejabat, rakyat, bangsawan, karyawan, kaya, maupun miskin. Semua diserang oleh virus ini tanpa pandang bulu. Wabah ini bisa membuat seorang tak bisa lagi menghirup udara segar dunia ini untuk selamanya. Tentu atas izin Allah Ta’ala.

Berbagai cara ditempuh. Segala upaya dilakukan. Tak luput dari itu, dan itu adalah kewajiban, berdoa kepada-Nya dengan penuh harap agar pertolongan-Nya segera turun.

Tapi, apalah daya. Manusia hanya bisa berupaya dan berdoa. Semua ketetapan hanya ada di tangan-Nya. Walaupun begitu,  yakinlah  kawan,  bahwa wabah ini adalah ujian bagi orang yang menyadarinya. Allah berfirman,

الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) العنكبوت: 1 – 3

“Alif laam miim, apakah manusia mengira mereka akan ditinggalkan begitusaja setelah mereka mengatakan kami beriman tapi mereka tidak diuji? Sungguh orang orang sebelum mereka telah diuji agar kami mengetahui siapa saja yang jujur (dalam keinmananya) dan siapa saja yang dusta.” (QS. al-Ankabut: 1-3)

Pembaca yang budiman….

Izinkanlah diri ini menggoreskan tinta untuk mengukir sebuah kesan indah ketika menjadi salah satu dari ratusan santri di Ma’had as-Salafy di kala pandemi. Semoga apa yang sedikit ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi teman-teman seperjuangan. Semoga bisa juga sebagai nasehat untuk keluarga yang ada di rumah sana.

Aku ingat betul ketika awal mula wabah ini datang ke Indonesia pada beberapa bulan yang lalu.

Pagi itu, di saat mentari mulai menampakkan cahaya indahnya, seperti biasa aku mengawali aktivitasku sebagai santri tahfizh seperri santri-santri lainnya. Yaitu, duduk di halaqah untuk memurajaah hafalan al-Qur’an.

Seusai halaqah muraja’ah al Qur’an, aku diberitahu oleh salah satu rekanku bahwa pada jam pelajaran kedua nanti akan dikosongkan dan diganti dengan penyuluhan terkait kesehatan yang akan disampaikan oleh salah seorang dokter di ma’hadku.

“Penyuluhan tentang apa ya? Mungkin tentang PHBS kali ya…” gumamku dalam hati.

Jam pelajaran kedua pun tiba. Aku bersama rekan-rekanku pun mulai berkumpul di masjid guna mendengarkan apa yang akan disampaikan pak dokter. Pada kegiatan penyuluhan, pak dokter menyampaikan sebuah informasi yang membuat hati ini penuh pertanyaan, rasa penasaran pun menyelimuti hati.

Bagaimana tidak, pak dokter menyatakan bahwa virus berbahaya yang kala itu menggemparkan dunia sudah masuk ke Indonesia. Ya, virus berbahaya ini bernama Corona Virus Deaseas atau yang disingkat dengan COVID-19. Pada kesempatan itu juga, pak dokter memaparkan kepada kita secara detail apa itu virus Corona, darimana dan kapan munculnya, bagaimana proses penularannya dan apa dampak yang terjadi ketika seseorang terpapar virus tersebut. Karena keterbatasan waktu, penyuluhan tersebut akan dilanjutkan esok hari.

Ketika senja menyapa di keesokan harinya, kami pun kembali dikumpulkan guna melanjutkan kembali penyuluhan tentang virus corona. Pada kali ini yang menjadi pembicara adalah mudir Ma’had kami, yaitu Ustadz Abu Abdillah Luqman bin Muhamad Ba’abduh hafizhahullahu ta’ala bersama beberapa dokter yang ada di ma’hadku.

Pada kesempatan itu, sekitar pertengahan bulan Maret 2020, beliau menyampaikan tentang himbauan pemerintah bagi masyarakat Indonesia terkait protokol-protokol kesehatan yang ditempuh sebagai bentuk pencegahan terhadap penyebaran virus corona dan juga hal-hal terkait lainnya. Pertemuan ini berlangsung hingga malam hari, tepatnya pada pukul 21.00 WIB dengan diselingi shalat fardhu karena begitu pentingnya hal yang disampaikan.

Setelah penyuluhan usai, kami pun berhambur dan kembali ke sakan masing masing guna beristirahat. Namun, sebagai seorang remaja dengan usiaku ini, terasa hatiku menyimpan rasa kesal  akan keputusan yang ditetapkan oleh ma’had. Diantaranya adalah wajib memakai masker, menjaga jarak,  CTPS di mana-mana dan jam istirahat pun menjadi maju.

Jujur saja, di awal penerapan protokol pencegahan Covid-19 di ma’had kami ini, banyak di antara kami yang belum terbiasa, bahkan tidak sedikit yang mengabaikannya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu rasa bosan itu sedikit demi sedikit hilang. Di samping itu, para asatidzah pun senantiasa mensihati kami dan tak bosan menegur kami ketika kami lalai dan abai. Mereka selalu mengingatkan kami bahwa penerapan protokol ini bukan hanya sekedar untuk menjaga kesehatan dan pencegahan terhadap virus saja, namun disana ada hal lain yang penting, yaitu menjalankan prinsip penting ahlussunnah berupa taat kepada pemerintah.

Waktu terus bergulir, sementara wabah semakin merebak dan mengganas. Tak terasa, sebentar lagi hari raya kaum muslimin akan segera tiba. Ya, hari raya Iedul fitri. Hari dimana kaum muslimin bersuka cita. Alhamdulillah, ma’had kami berupaya melaksanakan kegiatan hari raya sesuai dengan protokol dan himbauan pemerintah. Sebagaimana  biasanya, di hari raya ma’had kami mengadakan berbagai kegiatan dan hiburan dengan tujuan untuk mengobati sedih dan rindu akan kampung halaman.  Hal ini sangat membuat hati kami bahagia, dimana kaum muslimin di luar sana dilanda kepanikan yang sangat karena virus corona yang semakin hari kian mengganas dan banyak memakan korban.

Alhamdulillah, kami para santri di Ma’had as Salafy bisa beraktivitas sebagaimana biasanya. Karena ma’had sejak awal masuknya virus itu ke Indonesia sudah berusaha menyambut himbauan pemerintah hingga diberlakukannya karantina mandiri. Ya, sesuai imbauan pak Wapres, juga rekomendasi Komisi IX DPR RI yang disambut oleh Gugus Tugas Pusat dan Pak Menteri Kesehatan RI. Alhamdulillah, sungguh segala sanjungan dan pujian itu hanya milik Allah Ta’ala.

Kami, para santri tidak diperbolehkan untuk keluar area ma’had. Akan tetapi, itu semua terbayarkan dengan kenikmatan yang kami rasakan saat itu yaitu nikmat thalabul ilmi. Kami bisa duduk bersimpuh di hadapan asatidzah. Segala puji bagi Allah atas segala limpahan karunia dan kenikmatan yang senantiasa dicurahkan-Nya kepada kami.

Aku sangat bersyukur bisa menjadi salah satu santri di Ma’had as Salafy ini. Tak lupa, kuhaturkan ucapan terima kasih kepada segenap asatidzah yang telah mengorbankan tenaga dan pikiran unuk membimbing dan mengarahkan kami, semoga Allah membalas kebaikan mereka dan menjaga mereka semua dari berbagaimacam kejelekan. Amin yaa rabbal ‘aalamin.

Kuakhiri catatan ringkasku ini dengan beberapa untaian kata yang kutujukan kepada rekan-rekan seperjuangan yang terpaksa untuk tinggal di rumah dan belum diberi kesempatan untuk bisa kembali belajar tatap muka di ma’had lantaran masa pandemi yang belum berakhir,

“Wahai kawan…

Marilah kita bersama-sama melabuhi samudra ilmu ini…

Teramat luas tak bertepi…

Kokohkan tekad dan niatmu bak karang yang kokoh walau ombak dan badai silih menerpa …

Gapailah impianmu, walau ia sejauh bintang di cakrawala…

Janganlah kau menyerah dan patah semangat…

Kobarkan gelorasemangatmu dan yakinlah…

Bahwa Allah senantiasa bersamamu…”

Semoga Allah segera mengangkat wabah Covid ini dari muka bumi sehingga kita bisa kembali beraktivitas secara normal sebagaimana sebelumnya. Amin yaa mujibas saailiin.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.