Tarik Tambang Santri, “Ternyata Kompak Itu Penting.”

Oleh Tim Jurnalistik Santri
“Satu.. dua.. tiga..”
“TARIK, TARIK!!”
Teriakan-teriakan semangat dan seru terus saja terdengar sejak bebarapa hari ini. Lapangan ma’had yang biasanya cenderung sepi di hari aktif KBM itu (kecuali ketika jam olahraga), kini selalu padat oleh santri. Liburan pasca lebaran Idul Adha telah digelar sejak Hari Tasyrik pertama kemarin (Senin 11/12).
Kepanitiaan untuk memeriahkan suasana telah terbentuk, tentunya dari Lembaga Takhasus. Mereka tidak melewatkan sehari pun berlalu tanpa ada kegiatan yang berarti, dan menghibur para santri di masa liburan. Amanah yang besar. Karenanyalah, mereka rela meluangkan waktu, tenaga dan pikiran demi tercapainya kegiatan liburan yang menyenangkan dan bermanfaat ini.
Rapat-rapat digelar, bahkan sejak sebelum mulainya hari-hari liburan. Berbagai persiapan, yang bersifat materi maupun non materi, berlembur demi mencari bahan dan menentukan rancangan kegiatan terbaik untuk hari esok, kemudian harus menjadi orang pertama yang terjun di lapangan untuk menjadi eksekutor kegiatan.
Buat santri, para panitia itulah yang paling berjasa dalam liburan seperti ini, biidznillah.
Tarik Tambang Santri Cilik
Kemarin (12/12), adalah jadwal perlombaan Tarik Tambang. Siapa yang tak kenal perlagaan ini. Di samping cara dan aturannya yang simpel, pun mudah untuk mendapatkan peralatannya.
Panitia telah menyediakan tali yang kuat. Tambang sebesar beberapa senti yang akan ditarik paksa oleh enam belas orang berlawanan, dengan ambisi masing-masing untuk mengalahkan lawan mainnya.
Pesertanya adalah delapan perwakilan dari setiap kelas untuk semua lembaga. Lomba kali ini menggunakan sistem gugur. Siapa yang kalah, tak layak lagi mengikuti lomba.
Pemain pertama yang harus bertanding mulainya dari kelas terkecil, santri baru Pra Tahfizh, melawan santri Judud (kelas 1 Tahfizh).
Menjadi yang pertama, beberapa santri Pra Tahfizh mengeluh, ‘kenapa harus mereka dahulu.’ Mungkin karena malu atau minder, mengingat baru sebulan mereka tinggal di ma’had ini.
Kedua regu berhadapan. Dari posturnya, tampak begitu kontras. Pra Thafizh terlihat kecil mungil, meringkuk pula karena malu-malu. Adapun Judud, tubuh mereka terlihat lebih kekar dan lebih meyakinkan untuk memenangkan perlagaan ini, seiring usia yang juga lebih senior.
Sekilas, semua orang mungkin sudah menyimpulkan siapa yang bakal jadi pemenangnya, termasuk Anda yang sedang membaca. Tapi, thullab Pra Tahfizh tidak bisa juga dipandang sebelah mata. Melihat lawan yang unggul fisiknya, kini mereka sudah bersiap, semakin semangat dan antusias untuk mengalahkan. Mereka menyusun strategi.
Baca Juga: Kekompakan Santri dalam Mengisi Masa Liburan
Strategi dan Kekompakan, Kunci Agar Menang
Perwakilan dari Pra Thafizh sengaja dipilih orang-orang berbadan besar (walaupun tetap kecil) dan bertenaga. Beberapa yang tubuhnya kecil (lebih kecil dari yang lainnya) tapi terlihat mampu, juga diikutsertakan. Beberapa anak yang merasa kuat mengajukan diri, namun ditahan karena dianggap kurang layak, atau kuota yang sudah penuh.
Posisi masing-masing pemain juga diatur. Musyrif asal Padang yang menjadi juru taktik. Mengatur mereka layaknya memimpin pasukan tempur. Yang sudah siap segera menggenggam tali. Menatap lawan dengan rasa bercampur aduk, antara harapan menang, takut, cemas, tapi tetap harus berani.
Dirasa cukup, panitia mulai memberi aba-aba. Setelah bunyi peluit keras, dua kubu langsung memulai permainan, saling tarik menarik. Pra Tahfizh mengerahkan seluruh tenaganya, mencoba menumbangkan kakak kelas mereka dari Judud. Thullab Judud tak lebih lagi, barangkali merasa sedikit gengsi kalau sampai kalah dengan adik kelasnya.
Strategi dan taktik permainan Pra Thafizh ternyata lumayan berhasil. Di detik-detik awal (yang mungkin hanya 5 detik) mereka bisa bertahan. Untuk berikutnya, Thullab Judud hanya butuh waktu kurang dari lima belas detik untuk menumbangkan Pra Tahfizh.
Yang kalah otomatis tersungkur di lapangan dengan tangan tetap menggenggam tali. Sorak yel-yel mereka ternyata kalah dengan yel-yel Judud yang sudah terbiasa bekerja sama dan kompak. Selain strategi yang matang, mereka juga butuh kekompakan dan kekuatan yang cukup untuk mengalahkan Judud.
Pemenang
Cerita di babak kedua tak jauh berbeda dengan babak pertama, membuat perlombaan ini tidak memerlukan babak final. Setelah usai, Pra Tahfizh mulai sadar, betapa pentingnya kekompakan dan kesolidan antar mereka. Terucap dari sebagian mereka yang mengakui kekompakan lawan.
Dan memang itulah yang diharapkan. Permainan-permainan seperti ini, di antara tujuannya adalah agar para santri bisa mengambil banyak pelajaran dan mendapat kesadaran akan pentingnya ukhuwah, kekompakan, dan taawun. Yang dimulai dari hal-hal kecil selama di asrama, tempat belajar, ketika bermain, dan seterusnya. Bukankah kekompakan dalam permainan seperti ini hanyalah gambaran dan kelanjutan kekompakan mereka selama di asrama?!
Tugas Bersama
Satu bulan umur Pra Tahfizh di sini, tentu masih banyak yang perlu mereka ketahui dan pelajari. Di lingkungan baru, dengan teman baru dan suasana baru, mereka harus banyak berlatih, banyak belajar, dan harus tepat dalam mengambil figur. Tugas kita bersama, sebagai kakak kelas, apalagi musyrifun, untuk membimbing, mengarahkan dan menjadi figur yang tepat untuk mereka.
Semoga, suatu saat nanti, kita bisa melihat mereka menjadi para pengibar bendera-bendera sunnah di negeri ini, saat kita telah renta. Memperbaiki kondisi umat yang sangat membutuhkan bimbingan dari orang-orang berilmunya. Amin.
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Siapa yang ucapannya lebih baik dari orang yang menyeru kepada (agama) Allah dan mengatakan, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’” (QS. Fusilat: 33)
Artikel Kami: Amalan Hari Tasyrik Sesuai Bimbingan Nabi
Penulis: Mushab Klaten, Musyrif Pra Tahfizh