Dai Tak Hanya Pandai Berpidato
Oleh Ahmad Hidayat Sukoharjo 4B Takhasus
Pembaca rahimakumullah…
Hidup di pesantren sebagai santri merupakan sebuah anugerah yang sangat besar. Tidak jarang seorang menilai bahwa kehidup di pesantren adalah kehidupan yang kuno tidak bisa mengikuti perkembangan zaman, dan seterusnya. Namun praduga yang demikian tidak benar adanya. Tidak sedikit dari mereka ketika mencicipi kehidupan dipondok mendapatkan ilmu dan pengalaman baru yang sebagiannya justru tidak didapatkan di dunia luar.
Alhamdulillah, di ma’had kami, Ma’had Minhajul Atsar Jember, para santri dididik untuk menjalankan berbagai amanah yang diamanahkan kepada mereka. Di samping belajar di kelas, ma’had memberikan wadah kegiatan santri berupa dibentuknya berbagai divisi, mulai dari divisi tamu yang mengurusi keperluan tamu, rapat asatidzah dan yang lainnya hingga divisi dapur yang melayani konsumsi santri secara umum. Ada juga divisi kebersihan, divisi taman, divisi kebersihan, divisi sarpen, divisi maktabah, divisi lughah, dan divisi-divisi lainnya.
Dari sinilah para santri mendapatkan berbagai pengalaman, yang sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan. Mereka terus berlatih hingga semoga nantinya menjadi dai yang siap di gembleng dan ditempa, bahkan ditaruh dimanapun dan bagaimanapun kondisinya.
Ini semua dilakukan demi merealisasikan firman Allah:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
“Saling tolong-menolonglah kalian di dalam kebaikan dan ketaqwaan.” (QS. al-Maidah: 2)
Demikian pula dengan harapan untuk melatih kedewasaan dan mengasah pengalaman, agar tatkala mereka terjun ke dunia tarbiah memiliki bekal yang cukup. Dunia tarbiyah merupakan ladang luas untuk menuai pahala. Oleh karenanya dibutuhkan orang-orang yang benar-benar bersungguh-sungguh dan serius demi menjalankan roda dakwah.
Mereka yakin bahwa insyaallah di suatu hari nanti akan menjadi seorang dai murabbi yang terjun di tengah-tengah masyarakat. Hal ini sangat membutuhkan kemandirian dan kepekaan. Sebab, seorang dai bukan hanya dituntut untuk menyampaikan ilmu saja. Namun ia juga dituntut untuk peka terhadap lingkungan, masyarakat dan ikhwah sekitar. Apalah guna hafalan banyak, pandai dalam berorasi, namun ia tidak memperhatikan kondisi lingkungan, masyarakat dan ikhwah sekitar. Ia jutsru menyusahkan orang-orang yang ada sekitarnya, bahkan na’udzubillah membuat dakwah semakin rumit karena tingkah lakunya.
Semoga Allah membalas segala amal saleh yang telah kita lakukan dan membalas jasa para asatidzah yang telah membimbing kami dengan sabar. Mereka adalah figur yang kami saksikan. Pengorbanan mereka adalah pelajaran yang melebihi nasehat berupa ucapan. Tindakan nyata mereka adalah teladan bagi kami. Asatidzah, kami banyak belajar dari melihat antum-antum sekalian. Betul, kami diajari untuk tidak berlebihan dalam bersikap kepada seseorang. Tapi, demikianlah yang kami saksikan. Wabillahit-Taufiq.