Meniti jalan Nabi

 

Oleh Muzakir Arif Padang 1B Takhasus

 

Waktu itu menunjukkan pukul 09.00 pagi di pondok kami, pertanda waktu istirahat dari durus telah tiba. Para santri tampak mulai beranjak dari tempat duduknya, demikian pula dengan saya yang juga ikut beranjak untuk sarapan pagi. Karena saya terbiasa makan di jam istirahat. Sesampainya saya di asrama, tiba-tiba ada seorang teman yang menyeru, “Besok hari senin ya…?!”

Yang lain menjawab, “Iya, besok hari senin. Siapa yang mau puasa??”

Orang ketiga menyahut, ”Sekarang sudah masuk bulan Sya’ban, lo mas..”

 

Menjawab seruan tersebut, yang lainnya mulai menulis namanya di papan tulis. Kebiasaan kita ketika akan berpuasa senin dan kamis adalah menulis namanya di papan tulis. Tujuannya agar bisa didata ke tim dapur untuk mendapatkan jatah makan sahur.

 

Berlomba-lomba dalam kebaikan

Saya sebagai petugas pendata yang ingin puasa merasa takjub, karena banyaknya yang mendaftarkan diri untuk puasa. Ketika saya hendak mentotal jumlah santri yang akan berpuasa, ternyata mayoritas penghuni asrama terdata ingin berpuasa. Hal ini membuat saya heran, karena berbeda keadaannya dengan hari-hari puasa biasanya, yang mana jumlahnya tidak sebanyak sekarang.

Ini mungkin disebabkan karena para santri sangat bersemangat meniti jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya, benar sekali, dahulu beliau sangat senang dan banyak melakukan puasa di bulan Sya’ban. Sebagaimana yang datang dari hadits Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَمَا رَأَيْته فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ

“Dan aku tidak pernah melihat bulan yang beliau berpuasa padanya yang lebih banyak dari Ramadhan melainkan bulan Sya’ban.” (HR. Al-Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

 

Faedah hadits

Dari hadits di atas, hendaknya kita merasa terhasung untuk bersemangat berpuasa di bulan Sya’ban dalam rangka meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara hikmahnya adalah agar kita terbiasa dan terlatih sebelum berpuasa di bulan Ramadhan. Mudah-mudahan berpuasa di bulan Ramadhan akan terasa ringan bagi kita, karena sudah terbiasa berpuasa di bulan Sya’ban.

Bulan Sya’ban adalah bulan tatkala amalan-amalan kita diangkat kepada Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senang amalannya diangkat dalam keadaan beliau sedang berpuasa.

 

Sebagaimana pula hadits Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: ”Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada suatu bulan sebagaimana dibulan Sya’ban.” Maka sahabat Usamah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah aku melihatmu berpuasa pada suatu bulan sebagaimana puasamu di bulan Sya’ban.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Itulah bulan yang manusia banyak lalai padanya, bulan di antara Rajab dan Ramadhan. Di bulan itulah amalan-amalan diangkat kepada Allah. Maka aku senang jika amalan-amalanku diangkat dalam keadaan aku sedang berpuasa.” (HR. An-Nasai no. 2357 dan dihasankan oleh al-Albani dalam kitab Shahih wa Dhaif Sunan an-Nasai no. 2357)

 

Dalam hadits ini kita dihasung untuk memperbanyak berpuasa di bulan Sya’ban dan sangat banyak manfaat yang kita dapatkan darinya. Semoga Allah memberi kepada kita semangat dan kemudahan di dalam meniti jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amin

Sumber: Fatawa Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin pada bab fiqih shiyam jilid ke 20, halaman 22.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.