Tugas mulia seorang anak
Oleh Nasyim Thalib Jember 4B Takhasus
Keberadaan orang tua merupakan nikmat yang sangat besar. Dengan cinta yang tulus, membuat mereka merawat kita tanpa mengenal lelah ataupun payah. Begitupula memberikan segenap perhatiannya kepada kita. Sungguh pengorbanan mereka sangat besar, mudah-mudahan dibalas di sisi Allah dengan balasan yang besar.
Besarnya kedudukan orang tua
Karena besarnya jasa kedua orang tua, Islam mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada keduanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan perintah untuk berbakti kepada orang tua dengan perintah untuk mentauhidkan-Nya, hal ini menunjukkan akan besarnya kedudukan orang tua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata,
واعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Beribadahlah kepada Allah, janganlah kalian menyekutukan–Nya dengan sesuatu apapun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua kalian.” (QS. an-Nisa’: 36)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berkata,
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Katakanlah, ‘Kemarilah akan kubacakan apa yang Rabb kalian haramkan atas kalian, yaitu: janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua kalian.” (QS. al-An’am: 151)
Berbakti kepada kedua orang tua termasuk amalan yang paling mulia disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, di dalam banyak ucapannya rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan akan mulianya amalan ini serta keutamaan yang ada padanya, diantaranya,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الجِهَادِ، فَقَالَ: «أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ»
“Seorang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam guna meminta izin untuk ikut serta dalam jihad, maka Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup? ”Ya” jawabnya. Kemudian beliau bersabda, “Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.” (HR Bukhari no: 3004, shahih)
Begitu pula hadits yang datang dari istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam Aisyah, bahwa beliau bersabda:
نِمْتُ، فَرَأَيْتُنِي فِي الْجَنَّةِ، فَسَمِعْتُ صَوْتَ قَارِئٍ يَقْرَأُ، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوا: هَذَا حَارِثَةُ بْنُ النُّعْمَانِ ” فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَذَلِكَ الْبِرُّ، كَذَلِكَ الْبِرُّ» وَكَانَ أَبَرَّ النَّاسِ بِأُمِّهِ
“Aku tertidur, dalam tidurku aku melihat surga. Tiba-tiba aku mendengar suara bacaan, maka akupun bertanya, “Suara siapakah ini?”dijawab,”Haritsah bin an-Nu’man.” Maka Rasulullah berkata kepada Aisyah, ”Demikianlah bakti kepada kedua orang tua.” Beliau ulangi sebanyak dua kali. Sahabat Haritsah bin an-Nu’man adalah di antara sahabat yang paling berbakti kepada orang tuanya.” (HR. Ahmad no. 25337, shahih)
Besarnya dosa durhaka kepada orang tua
Durhaka kepada kedua orang tua merupakan dosa yang sangat besar. Namun sangat disayangkan, betapa banyak seorang anak yang menghardik, mencela dengan keras, bahkan sebagian mereka berani melakukan kekerasan fisik kepada kedua orang tuanya.
Demikianlah kondisi seorang anak yang tidak memahami dan menghargai kedudukan orang tua. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggandengkan dosa durhaka kepada orang tua dengan dosa kesyirikan. Ini menunjukkan akan besarnya dosa durhaka kepada kedua orang tua, sebagaimana beliau bersabda,
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟» ثَلَاثًا، قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ – وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا – أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ» ، مَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْتُ: لَيْتَهُ سَكَتَ
“Maukah kalian aku beritakan tentang dosa besar yang paling besar? Beliau ulangi sebanyak tiga kali, para sahabat pun menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, “Syirik kepada Allah dan durhaka kepada orang tua.” Kemudian beliau duduk tegap setelah sebelumnya beliau bersandar seraya mengatakan, “Berhati-hatilah kalian dari ucapan dusta.” Beliau terus mengulanginya sampai sahabat mengatakan, “Semoga beliau berhenti.” (HR. Al-Bukhari di dalam adabul mufrad no. 15, shahih)
Nasehat Ulama tentang berbakti kepada orang tua
Atha’ bin Abi Rabah rahimahullah mengatakan terkait hadits di atas, “Janganlah mengibaskan tangan di hadapan keduanya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang dari mengucapkan “ah” kepada keduanya dan memerintahkan untuk berkata yang baik dan penuh kelembutan, adab, dan pemuliaan.”
Sebagaimana di dalam firman-Nya,
فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Janganlah katakan “ah” kepada keduanya dan jangan kalian mengeraskan suara di hadapan keduanya, serta berucaplah kepada keduanya dengan ucapan yang baik.” (QS. Al-Isra’: 23)
Penutup dan doa
Demikianlah sepantasnya seorang anak bersikap kepada kedua orang tua yang berjasa besar dalam kehidupan mereka, dengan berbakti, mendoakan kebaikan untuk keduanya serta mengerahkan segenap kemampuan untuk merealisasikan tugas mulia sebagai seorang anak. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq kepada kita untuk mengamalkan ilmu yang telah kita ketahui dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya. Wallahu ‘alam
Masya alloh jazakumullohu khoiron buat semua asatidzah yg membimbing santri dan mendidik mreka diataz alhaq alloh yg membalas dgn sebaik baik balasan kami ga membalas apa2 kecuali dgn doa .. skali lagi kami ucapkan jazakumullohu khoiron buat asatidzah minhajul atsar jember perjuangan nya dlm mendidik santri bnar2 lillah krn alloh barokallohu fiikum
Terima kasih
Wajazakumullahukhairan
Keberhasilan pendidikan tak lepas dari peran dan dukungan orang tua/wali santri, bi-idznillah
Doa, pemberian motivasi dan semangat serta teladan yang baik dari seorang ayah maupun seorang ibu sangat besar pengaruhnya terhadap pribadi seorang anak.
Semoga Allah meridhai perjuangan ini, memberikan taufik dan pertolongan kepada kita semua.
wa fikum barakallah