Teruslah berkarya

Oleh Ahsan Tegal 2B Takhasus
Disebutkan dalam pepatah Arab:
الكِتَابَةُ وَلَدُكَ الْمُخَلَّدُ
“Tulisan adalah anakmu yang dikekalkan”
Memang demikian, mutiara hikmah ini selaras dengan hadits yang menyebutkan, bahwa ilmu yang bermanfaat pahalanya akan terus mengalir dan tidak terputus.
Zaman akan terus berputar menggilas usia dunia. Masa kenabian telah berlalu. Misi dakwah yang agung diemban oleh para ulama, segala upaya mereka kerahkan untuk melanjutkan tugas yang mulia ini, berjuta cara mereka lakukan untuk mengemban amanah ini.
Sarana berdakwah
Diantara cara mereka dalam dakwah amanah ini adalah dengan goresan tinta, curahan tinta mereka tuangkan kertas, menyusun kata, membangun kalimat, menjadi sebuah faedah ilmiyah yang dibutuhkan oleh umat. Karya mereka telah dibukukan kemudian menjadi “abadi” dan dapat diambil manfaatnya oleh umat yang datang belakangan.
Menjaga agama
Siang dan malam mereka terus berjuang, tak kenal lelah, tak kenal waktu, tak kenal cuaca. Hasil jerih payah mereka dapat kita saksikan hingga hari ini, seluruh umat Islam pasti butuh terhadap karya-karya mereka itu. Lihatlah kitab “Shahih al-Bukhari” “Shahih Muslim” “Siyar a’laam an-Nubala’” dan kitab-kitab lainnya yang sangat bermanfaat bagi kaum muslimin.
Tangan mereka tak berhenti bergoyang untuk terus berkarya, demi menyelamatkan sunnah, membela agama dan melanjutkan dakwah yang mulia ini.
Walau hanya lentera yang menerangi, walau hanya sinar rembulan purnama di malam hari, mata mereka tak berkedip menatap lembaran-lembaran kertas, tangan mereka tak pernah berhenti dengan hembusan angin yang dingin, panas yang menyengat.
Tak jarang tetesan air mata mereka berlinang bukan karena rasa capek yang dirasa namun kesedihan akan pandangan yang hilang, tak mampu lagi tuk berkarya.
Mereka tidak bersandar dengan hafalan
Padahal ketika itu masih sangat banyak para ulama yang sangat kuat hafalannya. Masih sangat banyak para penghafal, namun mereka tetap menulis dan berkarya supaya kelestarian agama ini tetap terjaga.
Disebutkan dalam sebuah atsar (mutiara perkataan salaf),
قَيِّدُوْا الْعِلْمَ بِالْكِتَابَةِ
“Ikatlah (jagalah) ilmu dengan tulisan.”
Menulis dan berdakwah
Menulis adalah salah satu sarana dakwah. Nabi Sulaiman pernah menulis risalah untuk Ratu Saba dalam rangka mendakwahinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, walaupun seorang yang ummi (yang tidak bisa membaca dan menulis), tetapi Beliau tetap berdakwah dengan tulisan, Beliau memiliki beberapa juru tulis.
Para sahabat juga saling menuliskan nasehat diantara mereka. Hal ini terus menjadi kebiasaan para salaf, generasi demi generasi.
Kesungguhan salaf dalam menulis
Lihatlah sosok Abdullah bin Amer bin al-‘Ash radhiyallahu’anhu, sang penulis hadits. Disebutkan dalam sebuah atsar, bahwa sahabat Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu’anhu pernah bercerita:
“Dahulu aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar aku bisa menghafalnya, maka kaum Quraisy pun melarangku mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya engkau menulis semua yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beliau adalah manusia, beliau berbicara ketika marah dan ridho’.
Kemudian aku pun berhenti dari menulis lalu aku adukan perihal itu kepada Rasulullah. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Tetaplah menulis! demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya tidaklah keluar dariku kecuali kebenaran.” (al-Musnad, no:6510)
Abul Wafa’ bin Aqil al-Hanbali
Disebutkan dalam kita “al-Mu’alim” karya As-Sadhan, bahwa Abul Wafa’ bin Aqil al-Hanbali beliau menulis kitabnya yang berjudul “al-Furun” sebanyak 470 jilid. Dan tidak pernah ada dalam sejarah Islam sebuah kitab dengan jumlah jilid sebanyak itu.
Yahya bin Ma’in
Yahya bin Main beliau pernah menulis 1 juta hadis dengan tangan beliau sendiri.
Imam an-Nawawi
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah, meskipun umur beliau singkat, namun beliau mampu mengarang berbagai macam cabang dalam bidang ilmu agama, bahkan manfaatnya masih dirasakan oleh kaum muslimin hingga saat ini.
Ibnu Abid-Dunya dan Ibnul Jauzi
Bahkan imam Ibnu Abid-Dunya dan Imam Ibnul Jauzi beliau berdua memiliki karya tulis\ yang sangat banyak, bahkan sangat sulit untuk dihitung karena saking banyaknya.
Diantara karya Ibnul Jauzi
Diantara contoh karya Imam Ibnul Jauzi diantaranya: “Zad al-Masir”, “at-Tazkirah al-Arib”, “Al-Wujuh wa an-Nazair”, “Funun al-Afnan”, “Jami’ al-matsani”, “Uyun al-Hikayat”, “At-Tahqiq fi masail al-khilaf”, “Musykilus shihhah”, “Al-Maudhuat”, “Adh-Du’afa”, “Sifah ash-Safwah”, “Akhbaru al-Akhyar”, “Dzammul hawa”, “Talbis iblis”, “Mutsirul azmi sakin”, “Al-Maq’ad al-Muqim”, “Saidhul khatir”, “Manafi’ at-Thib”, “An-Nasikh wal manshukh”, “Manaqib Abu Bakar”, dan masih banyak kitab-kitab karya beliau yang lainnya.
Demikian pula para ulama di zaman ini seperti syaikh al-Albani rahimahullah, beliau menghabiskan mayoritas waktunya di dalam maktabah.
Dalam rangka apa? Yaitu untuk membaca, meneleah. Meneliti dan menulis. Sehingga muncul berbagai macam karangan beliau yang banyak dipuji oleh para ulama.
Faedah menulis
Demikianlah selayang pandang dan potret salaf terkait kesungguhan mereka dalam menulis dan berkarya, dari sini kita dapat mengambil beberapa faidah diantarnya:
- Menulis merupakan salah satu media dakwah.
- Menulis merupakan sunahnya para salaf, bahkan para nabi.
- Diantara bentuk keseriusan salaf dalam menjaga kelestarian agama ini adalah dengan menulis.
Wallahu ‘Alam
Semoga bermanfaat..