Jika disebutkan kata Sukamade, maka yang tergambar di benak kebanyakan orang –terkhusus para pemuda yang punya jiwa petualang- adalah hamparan jalan garang dan menantang yang mengantarkan kepada panorama menawan tiada tandingan. Itulah pantai elok yang berada di dusun Sukamade yang sangat eksotis karena terletak dalam rangkulan rimba TNMB (Taman Nasional Meru Betiri). Pantai Sukamade juga merupakan habitat dan kampung halaman bagi para penyu.
Sukamade itu sendiri adalah nama sebuah dusun yang terletak di Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Wilayahnya dibatasi pegunungan dengan gunung-gunung yang tidak terlalu tinggi seperti Gunung Beteng (222 meter) dan Gunung Gendong (893 meter) di arah utara. Sedangkan di arah selatan dibatasi oleh Samudra Hindia dengan garis pantainya yang masih asri.
Pemukiman penduduk berdiri di jalan utama desa dari batas desa yang berbatasan dengan Perkebunan Sumberjambe, Dusun Sumberwungu, Kampung Baru, Krajan Besaran, Bayuran dan Rajegwesi hingga Sukamade. Ada juga pemukiman penduduk yang berada di kaki gunung yakni Kampung Lor Kebon.
Secara umum penduduk desa yang tinggal di sekitar kawasan TNMB sebagian besar adalah suku Jawa dan Madura. Warga Desa Sarongan adalah suku jawa atau yang disebut orang Mentaraman (orang-orang dari Kesultanan Mataram Islam). Hal ini dapat dilihat dari aksen jawa yang kental dalam berkomunikasi dan kesukaan akan musik campursari dan pertunjukkan wayang kulit. Di wilayah perkebunan seperti Sukamade, banyak bermukim warga suku Madura. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Ada juga penduduk yang menjadi nelayan, pedagang dan buruh perkebunan.
Dusun Sukamade ini terdiri dari 2 agama dengan mayoritas ber agama Islam. Kebudayaan dan adat masyarakat muslim yang sering muncul di sana seperti selamatan pada hari-hari besar, khitanan, walima`an (pesta pernikahan), dan untuk orang yang telah meninggal juga didoakan selama tujuh hari atau yang sering disebut tahlilan yang diteruskan dengan 40 harinya, nyatos (peringatan 100 hari) dan nahun (peringatan 1 tahun) yang dilakukan setiap tahun.
Jika dibandingkan dengan dusun yang lainnya, Sukamade ini termasuk yang paling terisolir, terbatas, terpencil dan terkucil. Dusun ini pernah dikunjungi langsung oleh bapak Bupati Banyuwangi sebab langganan banjir yang biasa datang ketika hujan mendadak hadir membengkak berkali lipat.
Dalam masalah kesehatan, menurut catatan terakhir yang diterima penulis, dalam satu dusun yang berisi sekitar 1.500 jiwa lebih ini hanya terdapat satu mantri (tenaga kesehatan) saja. Pendidikan pun tak kalah memprihatinkan. SD, SMP, dan SMA yang ada masih berdiri dan berbagi dalam satu atap. Kondisi semacam ini terkadang tampak sangat paradoks dengan kemegahan pantainya dan keanekaragaman hayatinya yang mampu memikat orang-orang yang hidup makmur di perkotaan.
Tak ayal, masalah agama pun jarang diperhatikan. Kondisi yang ada seakan membuat mereka lupa dan bungkam untuk mengingat kembali tujuan Allah ta’ala menciptakan mereka di bumi ini, di dusun Sukamade ini. Mana tauhid mana syirik, mana perintah mana larangan, mana sunnah dan mana bid’ah tak sempat masuk daftar yang urgen dalam harian masyarakat terpencil ini secara umumnya.
Maka yang namanya saudara seiman, yang mendengar dan berkomitmen untuk beramal dengan sabda Rasulullah shallallahu alahi wasallam,
((لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه)) sudah tentu tergerak dan terketuk hatinya untuk mendekat dan membantu saudaranya sebatas apa yang dia mampu. Kita cinta hidayah untuk kita, maka kita pun menginginkan hidayah serupa bagi saudara-saudara kita. Mari ulurkan tangan, mari berbagi. Bagi kita, Sukamade bukan objek eksplorasi yang didatangi hanya untuk kepuasan duniawi pribadi yang sulit didefinisi. Tapi kita memandang dari Kaca mata nyata, berbagi bahagia yang bukan bualan semata. Sebatas apa yang kita bisa dan punya. Tentunya, semua itu kita niatkan ikhlas mengharap wajah Allah ta’ala semata.