Sebuah cerita rihlah ke Nanggelan.
Hiburan setalah penat belajar.
Tapi lebih dari itu, melihat kebesaran ciptaan Allah, menunjukkan kuasa-Nya, yang menghantarkan kepada sebuah fakta, bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia.
***
KILAS BALIK RIHLAH NANGGELAN
27 RABI’UL AWWAL – 29 RABI’UL AWWAL 1437 H / 8 JANUARI – 10 JANUARI 2016 M
Pagi itu, Jum’at, 27 Rabi’ul Awwal 1437 H, sekitar pukul 07.00 rombongan thullab ma’had As-Salafy Jember yang diketuai Hud Jambi dan dipandu oleh Ustadz Muhammad Hadi itu berangkat menuju pantai Nanggelan membawa rombongan sekitar 60 orang dengan peralatan mendekati lengkap, meliputi 2 dandang ukuran jumbo, 2 wajan jumbo, 1 pak peralatan kesehatan, bahan-bahan makanan dll.
Rombongan tersebut diantar dengan menaiki 7 mobil. Alhamdulillah sekitar pukul 10.00 WIB rombongan tiba di gapura pertama menuju pantai Nanggelan. Sejatinya perjalanan masih jauh untuk mencapai batas tempuh mobil untuk selanjutnya berjalan menuju pantai sejauh setengah jam perjalanan kaki. Tetapi para santri yang berjiwa muda, kuat dan penuh semangat memilih untuk mulai berjalan kaki dari gapura pertama. Walhasil, sekitar 3 jam perjalanan kita lewatkan untuk sampai di pantai Nanggelan.
Perjalanan 3 jam tersebut tidak dilewati dengan mudah, beban yang banyak dan berat serta medan yang penuh liku, terjal dan mendaki sempat membuat para santri kelelahan. Akan tetapi kekompakan rombongan, kepedulian antar sesama, serta strategi perjalanan menuju pantai yang terukur membuat Abdul Qayyum, Ibrahim Depok dan kawan-kawan mampu mengatasi itu semua.
Setelah melewati beberapa tanjakan dan turunan terakhir, sampailah rombongan itu di tepi pantai Nanggelan. Keringat yang bercucuran serasa hilang dibawa pergi deruan ombak, lelah yang menggelanyut seakan sirna terbang bersama hembusan angin pantai, lepaslah beban itu semua, keindahan Nanggelan dengan ombak yang menawan, pantai yang elok serta pemandangan yang mempesona menyejukkan mata semua rombongan.
Sungguh perjalanan menuju pantai Nanggelan penuh dengan tantangan namun berakhir manis, mengingatkan kita akan kebesaran Allah, kebesaran ciptaan-Nya yang menunjukkan besarnya kuasa-Nya.
Setelah sekitar 3 hari hidup di tepi pantai Nanggelan, melewati berbagai pengalaman menarik seperti tidur di bawah tenda sederhana, makan apa adanya, minum langsung dari air sumber, memancing ikan dan segudang kisah menarik lainnya, akhirnya Rombongan yang terdiri dari seorang ustadz, musyrif dan thullab I’dadi itu memutuskan untuk kembali ke Ma’had tercinta.
Kisah yang kami paparkan di atas hanya sekelumit dari kilauan suka- duka, manis-pahit dan tantangan yang tersimpan rapi di pantai indah yang berada di balik bukit itu.
Jadilah orang selanjutnya yang merasakan hal-hal menakjubkan itu.
Sekian…….